Beberapa bulan ini saya dan istri di sibukkan dengan beberapa rencana dan pilihan. Maklum saja pengantin baru, semua serba baru, keluarga, saudara tetangga sampai dengan kebiasaan dan tabiat serba baru asing harus dengan pertimbangan dari kedua belah pihak.
Hubungan jarak jauh suami istri itu tidak enak dan dilema.! Dilema status punya istri namun jauh, 1 tahun sekali baru bisa bertemu bernostalgianya bersama istri dan keluarga tercinta.
Ada yang mengusik lantaran istri tidak bisa kerja bareng di Arab Saudi. Lantaran istri baru lulus tahun lalu dari profesi Ners-nya. STR juga baru keluar beberapa bulan yang lalu.
Terombang ambing oleh kebijakan, bekerja tanpa STR sama saja memilih menjadi pengangguran berijazah. Kalaupun melamar kerja STR harus aktif.
Rencana kami berdua, biarlah saya kerja di Saudi Arabia, yang memerlukan minimal 2 tahun pengalaman kerja. Sedangkan istri memilih untuk bekerja di Jerman Fresh Graduit pun bisa dan di terima asalkan ada dan punya STR aktif.
Persyaratan SRT, Ijazah, Paspor, surat izin dari suami, Insyaallah bisa saya penuhi. Tinggal tunggu izin orang tua, orang tua memberi izin walau dengan berat hati. Ya kalau saya nilai, orang tua memberi izin hanya 30% dari 100%-nya.
Bagi saya dan istri jika getol dan bisa memberi penjelasan kepada orang tua Insyaallah di beri izin.!
Tapi ada yang njanget (bahasa Jawa) seret di leher emosi dan sikapnya kampungan jika boleh berbicara demikian.
Kampus Ners terakhir istri tidak bisa memberikan KURIKULUM TAHUN AJARAN KAMPUSNYA, malah istri di suruh menghubungi sana sini, lempar bak bola.
Kurikulum tersebut masuk dalam persyaratan bekerja ke kanca international, bukan skala nasional.! Kesadaran mereka dimana, apa malu memberikan kurikulumnya yang kemungkinan ketinggalan zaman dari kampus lain, atau tidak mau kurikulumnya di ketahui kampus lain.? Atau kurikulumnya tidak memenuhi syarat, atau masih dalam tulisan bahasa Sang Sakerta sehingga tidak mau memberikan kepada istri.
Entahlah.... bukan urusan saya.! Batalkan saja
Mungkin harus lobi-lobi petinggi kampus, interviw buat apa itu kurikulum (seperti sidang akhir semester yang di cecar pertanyaan di cari di mana kesalahan dan kebenarannya).
Gatel rasanya tangan untuk menulis pengalaman istri, ketika minta Kurikulum pendidikan di kampusnya tidak di beri. Sementara saya sendiri meminta dosen saya di Yogyakarta untuk kirim email perihal Kurikulum di kampus saya, hitungan jam langsung di kirim.!
Ini ada lulusan kampusnya mau bekerja ke Jerman minta Kurikulum sebagai persyaratan malah tidak ada hasilnya (Nihil).!
Nyata dan memang benar istri saya lulusan kampus tersebut. Malah tidak di perkenankan untuk meminta Kurikulumnya.!
Ya sudahlah mungkin rencana Allah lebih indah untuk kita berdua.! Biarkan saja, cukup tahu dan jangan cari tahu mengapa harus terjadi lempar sana sini.
Ahmad Irfankhan HS
Riyadh, 09 Januari 2020
Komentar
Posting Komentar
askep45.com