Lulusan perguruan tinggi membludak sementara lapangan kerja tidak sesuai dengan jumlah Fresh Graduate, al hasil jadilah pengangguran.
Banyak persaingan, yang membuat Fresh Garduate banting setir, persaingan tidak sehat atau jalan pintas bisa saja dilakukan, supaya bisa bekerja, dari pada menambah beban orang tua, Banyak diantara mereka, mengesampingkan ijazah (ijazah perawat namun bekerja di teller bank), secara jika di nalar tidak masuk akal, namun itulah relitanya. Yang penting dapat pekerjaan dari pada tidak bekerja dan ijazah serta skill menguap.
Sayapun dahulu merasakan demikian, kala itu saya di hadapkan dengan dua pilihan yang mana keduanya membutuhkan pengorabanan.
Pertama, bekerja di kota Jakarta atau Jogjakarta, dengan gaji sekitar Rp. 2.700.000 perbulan. Ini sesuai dengan impian bekerja sesuai Ijazah dan skill mantul (mantab betul). Tapi ada hal yang menyiksa hati, hidup di kontrakan jauh dengan keluarga, harus bayar kontrakan, belum lagi untuk makan, biaya bensin, jajan, pulsa dan harus menabung untuk persiapan menikah.
Kedua, bekerja di Pelosok Negeri, jaringan telpon sering ngadat, bekerja sesuai dengan Ijazah dan skill, namun di gaji Rp.300.000 perbulan. Hidup denga orang tua, semua kebutuhan di cukupi orang tua, kecuali beli pulsa. Serasa tidak berfaedah, kuliah mahal hidup masih ndopleng orang tua.
Gembira rasa bahagia, apa lagi datang hari libur bisa membantu orang tua memproses pekarangan Ruma, mulai tanam Kedelai, Jagung, Padi, Cabai, Terong, Tomat, Kacang dan Mentimun. Atau mengurus kebunan Jeruk di belakang Rumah, sekedar memupuk tanaman, nyermprot mengunakan Pestisida.
Liburan serasa tamasya apa lagi ke rumah kakak disana ada sepupu yang sangat nakal, lucu, ikut mengurus kebun sayuran, cabut bayam, bawang daun, kangkung, memanen semangka, ketika di kebun, suasana hijau nan asri, makan Empek-empek disiram Cuko khas Palembang, melepas dahaga langsung memetik Semangka, Sirsak, Pepaya sembari mancing ikan Betok dan ikan Gabus, jika di rasa gembira, semua tersedia di dekat rumah dan pekarangan, maklum saja di pelosok jadi kalau tidak bercocok tanam, tidak bisa makan.
Tidak seperti di kota, semuanya serba ada mau makan apapun yang penting punya duit apapaun bisa di beli sesuai selera hati.
Modal tenaga, telaten bakal panen,,,! tapi tidak dengan Profesi saya.!
Perawat namanya, sudah berkorban jauh dari gemerlpan kota dan mengabdi kepada Negri namun masih saja tidak sejahtera secara Finacial, so mengapa demikian mengerutunya saya.
Sedih tidak kepalang, ketika berada di posisi bawah, tak sanggup berbuat apa-apa kecuali berdoa sampai kapan ini selesai.
Walau secara batin saya bahagia bisa bekerja didampingi kedua Malikat ku, siapa lagi kalau bukan "Pae sama Mae". Mereka berdua pemberi semangat, ketika api semangat kehabisan bahan bakar. Ketika letih menghantam jiwa, mereka berdua yang menyiapkan dan mengidangkan makanan resep cinta dan kasih sayang, sederhana namun mewah dan menyentuh jiwa.
Letih rasanya Raga ini, ada mereka beruda yang selalu ringan tangan memijit, sembari bercerita, panjang lebar dan tak terasa saya tertidur pulas, bangun tak sadarkan diri tau-tau mereka berdua mengilang, sudah ganti aktivitas, maklum dirumah hanya ada saya Mae karo Pae.
Mae sembari berkata "oohhh wedus TUMAN ! nek di pijet mesti turu!". Kata-kata itu mempunyai banyak arti, akan paham jika orang Jawa.
Terkadang malu sama orang tua, selesai wisuda pulang kerumah, bukanya bekerja dengan gaji sepadan malah dapat hina, lantaran bekerja dengan hasil tak istimewa.
Yang sangat menyedihkan, jika tiba Bulan Puasa, ketika mendekati lebaran, tidak bisa membelikan pakaian (sarung, batik, kopiah, sajadah, mukenah kerudung dan daster Mae). Sumpah terasa sedih tatkala Mae yang malah memberi uang untuk beli sandang ketika moment tersebut.
Ya mau bagaimana lagi, rasa sukurlah yang selalu terucap, karena masih ada orang tua yang selalau mencukupi kita. Tak peduli dengan lulusan apa dan ijazah apa yang kita punya, orang tua akan selalu ada ketika kita terpuruk, tempat terindah adalah orang tua, mereka akan selalau ada dengan apapun keadaan kita.
Biar jauh namun terasa dekat, itulah orang tua!
Ahmad
Riyadh, March 13 2019
Gembira rasa bahagia, apa lagi datang hari libur bisa membantu orang tua memproses pekarangan Ruma, mulai tanam Kedelai, Jagung, Padi, Cabai, Terong, Tomat, Kacang dan Mentimun. Atau mengurus kebunan Jeruk di belakang Rumah, sekedar memupuk tanaman, nyermprot mengunakan Pestisida.
Liburan serasa tamasya apa lagi ke rumah kakak disana ada sepupu yang sangat nakal, lucu, ikut mengurus kebun sayuran, cabut bayam, bawang daun, kangkung, memanen semangka, ketika di kebun, suasana hijau nan asri, makan Empek-empek disiram Cuko khas Palembang, melepas dahaga langsung memetik Semangka, Sirsak, Pepaya sembari mancing ikan Betok dan ikan Gabus, jika di rasa gembira, semua tersedia di dekat rumah dan pekarangan, maklum saja di pelosok jadi kalau tidak bercocok tanam, tidak bisa makan.
Tidak seperti di kota, semuanya serba ada mau makan apapun yang penting punya duit apapaun bisa di beli sesuai selera hati.
Modal tenaga, telaten bakal panen,,,! tapi tidak dengan Profesi saya.!
Perawat namanya, sudah berkorban jauh dari gemerlpan kota dan mengabdi kepada Negri namun masih saja tidak sejahtera secara Finacial, so mengapa demikian mengerutunya saya.
Sedih tidak kepalang, ketika berada di posisi bawah, tak sanggup berbuat apa-apa kecuali berdoa sampai kapan ini selesai.
Walau secara batin saya bahagia bisa bekerja didampingi kedua Malikat ku, siapa lagi kalau bukan "Pae sama Mae". Mereka berdua pemberi semangat, ketika api semangat kehabisan bahan bakar. Ketika letih menghantam jiwa, mereka berdua yang menyiapkan dan mengidangkan makanan resep cinta dan kasih sayang, sederhana namun mewah dan menyentuh jiwa.
Letih rasanya Raga ini, ada mereka beruda yang selalu ringan tangan memijit, sembari bercerita, panjang lebar dan tak terasa saya tertidur pulas, bangun tak sadarkan diri tau-tau mereka berdua mengilang, sudah ganti aktivitas, maklum dirumah hanya ada saya Mae karo Pae.
Mae sembari berkata "oohhh wedus TUMAN ! nek di pijet mesti turu!". Kata-kata itu mempunyai banyak arti, akan paham jika orang Jawa.
Terkadang malu sama orang tua, selesai wisuda pulang kerumah, bukanya bekerja dengan gaji sepadan malah dapat hina, lantaran bekerja dengan hasil tak istimewa.
Yang sangat menyedihkan, jika tiba Bulan Puasa, ketika mendekati lebaran, tidak bisa membelikan pakaian (sarung, batik, kopiah, sajadah, mukenah kerudung dan daster Mae). Sumpah terasa sedih tatkala Mae yang malah memberi uang untuk beli sandang ketika moment tersebut.
Ya mau bagaimana lagi, rasa sukurlah yang selalu terucap, karena masih ada orang tua yang selalau mencukupi kita. Tak peduli dengan lulusan apa dan ijazah apa yang kita punya, orang tua akan selalu ada ketika kita terpuruk, tempat terindah adalah orang tua, mereka akan selalau ada dengan apapun keadaan kita.
Biar jauh namun terasa dekat, itulah orang tua!
Ahmad
Riyadh, March 13 2019
Komentar
Posting Komentar
askep45.com