Oleh : Ahmad Irfankhan HS
Dahulu waktu kuliah tak pernah terbayang atau
berencana menjadi TKI keluar negeri.!
Lah wong bisa kuliah dan wisuda, hal yang
luar biasa bagi saya dan keluarga. Tak ada yang mewah dari keinginan saya.!
Yang tersirat hanyalah :
1.
Niat kuliah,.
2.
Kuliah lancar,.
3.
KTI cepat kelar,.
4.
Wisuda tidak nyasar
5.
Kerja gaji besar
6.
Berkeluarga kelar,.
Ternyata hidup tak sesimpel dan semanis
kemasan dalam film dan sinetron.
Bekerja di gaji murah, tidak sepadan
ketika kuliah, rekap data sana sini, gajinya tidak bertaraf, seperti tumpukan
kertas.
Setiap kali pulang dan berangkat bekerja,
pertanyaan dalam diri “sampai kapan saya akan begini?” Usia semakin menua.! Sementara
penghasilan hanya itu itu saja.
Ibarat pepatah “hidup segan, mati tak
mau”, itu yang terjadi pada ku.
Mau berpindah tempat kerja, tak tega
dengan keadaan Ibu dan Bpk. Butuh berbulan bulan menyakinkan mereka berdua. Singkat
kata saya di izinkan bekerja di tempat lain, masih dalam 1 kabupaten.
Pergulatan semakin pelik, ketika pindah
kerja, jadwal kerja dalam 1 bulan terpampang, jam berapa mulai dan libur. Semua
tertera di dinding, dalam kertas cetakan HVS A4, sayangnya gaji tidak
terpampang jelas, abu abu tidak ada wujudnya.! Lebih mirip kerja rodi “kerja
atau di kerjain (Bob Sadino)”.
Kerja dan cita cita mirip seperti kaca
yang terhempas di batu.! Sulit untuk di gambarkan (abstrak).
Belum lagi soal perut yang harus di isi
setiap waktu, air saja tidak cukup, butuh pengganjal, supaya hidup setengah
kekal, walau dalam kurun 24 jam atau mental.
Bensin sepeda motor harus di isi ketika
habis, tidak mungkin di isi dengan air sumur. Pergi pagi pulang sore, pergi
malam pulang pagi, belum lagi sampai rumah harus mikir masak, berbarengan
dengan ke-2 sepupu yang tinggal dengan saya. Saya yang nebeng rumah mertua
kakak.!
Niatnya bekerja di luar rumah orang tua,
malah dapur kakak serta dapur Ibu berpindah, menambah beban di luar sana.
Tak ada pilihan lain kecuali “madep,
manteb, lakoni” ya terkadang ketika berangkat bekerja ndompleng sepupu, yang berangkat
sekolah, tak jarang ndompleng temen seperguruan dan seperjuangan siapa lagi kalau
bukan @EKA SUSILOWATI. Itupun kalau sama jadwalnya. Kalaupun tidak sama naik
angkudes (angkutan pedesaan).
Celakanya, tiap bekerja suasananya tidak
kondusif, pasif yang seakan menjadi hal nyeleneh (di Indonesia). Akhirnya saya
terpaksa meletakan pekerjaan tersebut.
Banyak jumlahnya di luaran sana, perawat
muda yang kerjanya serta gajinya tak menentu.! Memilih bekerja walau dengan
gaji rendah, tetap semangat berbuat untuk umat dan negeri.
Tak ada waktu telat, tak ada yang tak bisa
di rubah, lebih baik menderita dan bersimbah darah di kala mauda, ketimbang
terombang ambing di masa tua.!
Tinggalkan suka citamu, dengan keluarga,
carilah rupiah serta hasilkanlah jerih payah, buat menempah hidupmu, di depanmu
nanati. Jangan menyerah.!
Jika ada yang bilang “HIDUP ITU BUKAN
HANYA UANG”! Memang benar adanya.! Tapi apakah bisa bahagia. Jika hidup tanpa
uang.? Apakah cukup dengan berdoa lalau kita akan bahagia.?
Kesulitan terlilit pikiran akan terbayar,
ketika mendapatkan tempat yang tepat.! Dimanapun kita bekerja, finansial imbas
dari kesabaran serta kerja keras yang kita lakoni.
Pekerjaan hanyalah sebagai modal skil
mendapatkan finansial.
Dan sekarang, pekerjaan itu berubah
menjadi nikmat, layaknya impian seseorang Muslim ketika bisa beribadah di Tanah
Haram.
Pekerjaan itu berubah menjadi berkah, di
hormati, dihargai, walau bukan di negeri sendiri.! Gaji serta pekerjaannya
jelas tidak seperti jadwal kerjanya yang padat merayap, Namaun gaji serasa di
makan rayap.!
Riyadh, 01-01-2019
Komentar
Posting Komentar
askep45.com