
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Congestive Heart Fallure (CHF)
1.
Pengertian Congestive
Heart Fallure (CHF)
Gagal jantung, sering disebut
Congestive heart failure (CHF) adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah Congestive heart failure (CHF), paling sering digunakan kalau
terjadi gagal jaantung kiri dan kana ( Brunner & Suddart, 2001).
Suatu keadaan patofisiologi
adanya kelainan fungsi jantung berakibat Congestive
Heart Fallure (CHF) memompakan
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya
ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald, 2003)
2.
Anatomi dan Fisologi Jantung
a.
Anatomi Jantung
|
Gambar
2.1. Anatomi Jantung
Sumber:http://jantung.klikdokter.com/subpage.php?id=1&sub=66 diakses 25 Juli
2012
Jantung dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu : Atrium (serambi)
dan Ventrikel (bilik). Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang
pendek, yaitu ke ventrikel, maka otot atrium lebih tipis dibandingkan dengan
otot ventrikel. Ruang atrium dibagi menjadi 2,
yaitu atrium kanan dan atrium kiri,
demikian halnya dengan ruang ventrikel, dibagi lagi menjadi 2 yaitu
ventrikel kanan dan ventrikel kiri.
Diakses 25 Juli
2012, pukul 21:33 WIB dari http://jantung.klikdokter.com/subpage.php?id=1&sub=66.
Keluar masuknya darah, ke masing-masing ruangan,
dikontrol juga dengan peran 4 buah katup di dalamnya, yaitu :
a.
Katup
trikuspidal (katup yang terletak antara atrium kanan dan
ventrikel kanan)
b.
Katup mitral
(katup yang terletak antara atrium
kiri dan ventrikel kiri)
c.
Katup
pulmonalis (katup yang
terletak antara ventrikel kanan ke arteri pulmonalis)
d.
Katup aorta
(katup yang terletak antara ventrikel
kiri ke aorta)
Arteri
koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung sendiri,karena
darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat penting sekali agar
jantung bisa bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila arteri koroner mengalami
pengurangan suplainya ke jantung atau yang di sebut dengan ischemia, ini akan
menyebabkan terganggunya fungsi jantung sebagaimana mestinya. Apalagi arteri
koroner mengalami sumbatan total atau yang disebut dengan serangan jantung
mendadak atau miokardiac infarction
dan bisa menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot jantung dibiarkan dalam
keadaan iskemia, ini juga akan berujung dengan serangan jantung juga atau
miokardiac infarction. Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi
sistemik, dimana muara arteri koroner berada dekat dengan katup aorta atau
tepatnya di sinus valsava. Arteri
koroner dibagi dua,yaitu: Arteri koroner kanan dan Arteri koroner kiri. ( Brunner & Suddart, 2001).
b.
Fisiologi Jantung
Secara skematis, urutan perjalanan darah
dalam sirkulasinya pada manusia, yaitu : Darah dari seluruh tubuh – bertemu di muaranya pada vena
cava superior dan inferior pada jantung – bergabung di Atrium kanan – masuk ke
ventrikel kiri – arteri pulmonalis ke paru – keluar dari paru melalui vena pulmonalis
ke atrium kiri (darah yang kaya O2) – masuk ke ventrikel kiri, kemudian
dipompakan kembali ke seluruh tubuh melaui aorta.
( Brunner & Suddart, 2001).
3.
Etilogi Congestive
Heart Fallure ( CHF )
Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat
terganggu. Yang paling sering menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah
kerusakan atau berkurangnya otot jantung, iskemik akut atau kronik,
meningkatnya resistensi vaskuler dengan hipertensi, atau adanya takiaritmia
seperti atrial fibrilasi (AF).
Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering
menyebabkan penyakit miokard, dan 70% akan berkembang menjadi Congestive
heart failure
(CHF). Masing -masing 10% dari penyakit jantung katup dan
kardiomiopati akan menjadi gagal jantung juga.
Tabel
2.1. Penyakit/gangguan myocard penyebab Congestive Heart
Fallure ( CHF ).
No
|
Penyakit
|
Gejala
|
1
|
Penyakit
jantung koroner
|
Banyaknya
manifestasi
|
2
|
Hipertensi
|
Biasanya
berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kiri dan fraksi ejeksi yang
dipertahankan
|
3
|
Kardiomyopati
|
Familial/genetik
atau non-familial/non-genetik ( termasuk yang didapat, e.g.myokarditis),
hipertrofi (HCM), dilatasi (DCM), restriktif (RCM), ventrikel kanan
artimogenetik ( ARVC), tidak diklasifikasikan
|
4
|
Obat-obatan
|
B-Blocker,
kalsium antagonis, antiaritmia dan agen sititoksik
|
5
|
Toxins
|
Alkohol,
medikasi, kokai, trace elements (merkuri, koblat dan arsenik)
|
6
|
Endokrin
|
Diabetes
melitus, hipo/hipertiroidism, Cushing syindrome, adrenal insufficiency,
kelebihan hormone, pertumbuhan dan phaeochromocytom
|
7
|
Nutrisional
|
Definisi
tiamin, selenium, carnitin, obesitas dan cachexia
|
8
|
Infiltratif
|
Sarcoidosis,
amyloidosis, haemochromatosis dan penyakit jaringan ikat
|
9
|
Lain-lain
|
Ahagas’
disease, HIV, peripartum kardiomyopati, end-stagerenal failure
|
Sumber : ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of cute and chronic
heart failure 2008)
a.
Gangguan
mekanis
1)Peningkatan
beban tekanan a)
a) Central
(stenosis aorta)
b)
Peripheral
(hipertensi sistemik)
b.
Peningkatan
beban volum
1)
Regurgitasi
katup
2)
Pirau
3)
Meningkatnya
preload
4)
Hambatan
pengisian ventrikel misalnya stenosis
5)
Konstriksi
pericard, tamponade
6)
Retriksi
endokardial atau miokardial
7)
Aneurisma
ventrikuler
c.
Kelainan
miokardial
1)
Primer
a)
Kardiomiopati
b)
Gangguan
neuromuskular
c)
Miokarditis
d)
Metabolik
(DM)
e)
Keracunan
2)
Sekunder
a)
Iskemia
(penyakit jantung koroner)
b)
Gangguan
metabolik
c)
Inflamasi
d)
Penyakit
infiltratif (restrictive cardiomiophaty)
e)
Penyakit
sistemik
f)
Penyakit
paru obstruktif kronis
g)
Obat
obatan yang mendepresi miokard
d.
Gangguan
irama jantung
1)
Ventrikular
standstill
2)
Ventikular
3)
Takhikardi
atau bradikardia yang ekstrim
4)
Gangguan
konduksi
e.
Pencetus
gagal jantung :
1)
Hipertensi
2)
Infrak
miokard
3)
Aritmia
4)
Anemia
5)
Febris
6)
Emboli
paru
7)
Stres
8)
Infeksi
f.
Faktor
resiko tinggi terjadi Congestive heart
failure (CHF) :
1)
Hipertensi
Tekanan
darah meningkat sehingga tahanan meningkat, venous return meningkat akan
berakibat preload meningkat dan stroke volume meningkat pula serta beban
jantung akan meningkat. Sel akan beradaptasi dengan keadaan ini. Lama kelamaan
menjadi hopertropi pada miokardium dan akhirnya terjadi ketidakmampuan jantung
untuk memompakan darah sesuai dengan kebutuhan metabolismenya.
2)
Diabetes
Pada
keadaan ini kadargula dalam darah akan meningkat sehingga viskositas darah
meningkat juga. Hal ini menyebabkan preload meningkat dan stroke volume juga
meningkat serta akan meningkatkan beban kerja jantung. Sel juga akan mengadakan
mekanisme adaptasi sehingga akan terjadi hipertropi miokardium dan akan
berlanjut menjadi Congestive heart
failure (CHF).
a)
Obesitas
dan kolesterol yang berlebih
(1)
Kerusakan
fungsi jantung atau penurunan fungsi otot jantung yang berasal dari akut
ataupun kronik iskemik jaringan otot jantung
(2)
Peningkatan
resistensi perifer
(3)
Tahap
lanjut penyakit takiartimia (atrial fibrilasi)
(4)
Penyakit
katup, cardiomiopati atau penyebab lain
4.
Patofisiologi Congestive
heart failure
(CHF)
Mekanisme yang mendasari
Congestive heart failure (CHF) meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung,
yang menyebabkan curah jantungnormal. Konsep curah jantung paling baik
dijelaskan dengan persamaan CO = HR X SV dimana curah jantung (CO: Cardic
output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) X volume sekuncup (SV:
Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah
fungsi sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis
akan mempercepat frekuensi jantunguntuk mempertahankan curah jantung. Bila
mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantung yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung.
Tetapi pada Congestive
Heart Fallure (CHF) dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut
otot jantung, volume cekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada
setiap kontrakasi tergantung pada 3 faktor yaitu :
b.
Preload
Preload adalah sinonim
Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya
regangan serabut jantung
c.
Kontraktilitas
Kontraktilitas adalah
mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan pajang serabut jantung dan kadar kalsium.
d.
Afterload
Afterload adalah mengacu
pada besaranya tekanan vetrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole
Pada Congestive Heart Fallure (
CHF ) jika satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu, hasilnya
curah jantung berkurang. Kemudahan dalam menentukan pengukuran hemidinamika
melalui prosedur pemantauan invasif telah mempermudah diagnosa Congestive Heart Fallure ( CHF ) dan
mempermudah penerapan terapi farmakologi yang efektif. (Brunner & Suddarth,
2001)
Gagal jantung
berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi, yang
juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung
terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan
atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik
dan vasodilator.
5.
Klasifikasi Congestive
heart failure
(CHF)
Berdasarkan bagian jantung
yang mengalami kegagalan pemompaan, Congestive
heart failure (CHF) terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan,
dan gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatigue, ortopnea, dispnea
nocturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular
heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernapasan cheyne stokes, takikardi, pulsus
alternans, ronkhi dan kongesti vena pulmonalis. Pada Congestive heart failure (CHF) kanan timbul edema, liver
engorgement, anoreksia,dan kembung.
Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap
atrium kanan, murmur, tanda tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis
meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena,
hepatomegali, dan pitting edema. Pada Congestive
heart failure (CHF) terjadi manifestasi gabungan Congestive heart failure (CHF) kiri dan kanan.
a.
Berdasarkan
American College of Cardiology (ACC)
, & America Heart Association (2004)
1)
Stage
A
Dimana resiko tinggi peningkatan gagal jantung, tidak
ditemukan abnormal pada struktur dan fungsional ototjantung, tidak ada keluhan
2)
Stage
B
Dimana peningkatan Congestive
heart failure (CHF) pada penyakit jantung khususnya pada struktur jantung
tapi belum ada keluhan
3)
Stage
C
Gejala, simtomatik sudah ada pada kerusakan struktur jantung
4)
Stage
D
Kerusakan struktur jantung yang lanjut ditampilkan gejala
klinis gagal jantung pada saat istirahat walaupun telah diberikan therapi
maksimal.
b.
Berdasarkan New York Heart Association (NYHA) (2004).
1)
Kelas I
Tidak ada batasan aktivitas fisik, pada aktivitas fisik
ringan tidak menyebabkan kelemahan, palpitasi dan sesak nafas
2)
Kelas
II
Sedikit ada batasan pada aktivitas fisik, pada saat
istirahat tidak ada keluhan tetapi pada saat aktivitas ringan menimbulkan
kelemahan, palpitasi dan sesak nafas
3)
Kelas
III
Aktivitas fisik sangat terbatas, masih nyaman pada saat
istirahat dan pada aktivitas ringan sedikit saja sudah mengalami kelemahan,
palpitasi dan sesak
4)
Kelas
IV
Tidak ada memenuhi kebutuhan aktivitas, gejala timbul saat istirahat
yaitu palpitasi, sesak nafas, kelemahan.
Congestive Heart Fallure (CHF) secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi
Congestive Heart Fallure (CHF) akut dan Congestive Heart Fallure ( CHF ) kronik.
a.
Congestive heart failure (CHF) Akut
Didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa
adanya penyakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi
sistolik atau disfungsi diastolik. Irama jantung yang abnormal, atau
ketidakseimbangan preload dan afterload dan memerlukan pengobatan segera. Congestive
heart failure
(CHF) akut dapat berupa serangan baru tanpa ada
kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis.
b.
Congestive heart failure (CHF) Kronik
Didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang
disertai keluhan Congestive
heart failure
(CHF) berupa sesak nafas, lelah, baik dalam
keadaan istirahat atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya disfungsi
jantung dalam keadaan istirahat.
6.
Manifestasi Congestive
Heart Fallure (CHF)
Tanda dominan Congestive Heart Fallure (CHF) adalah
meningkatnya volume intravaskuler.kongesti jaringan terjadi akibat tekanan
arteri dan vena yang meningkat akibat turunya curah jantung pada Congestive Heart Fallure (CHF).
Peningktan tekanan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru kealveoli, akibat
terjadinya edema paru, yang dimanifestasikan dengan batuk dan napas pendek.
Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan
penambahan berat badan.
Turunya curah jantung
pada Congestive Heart Fallure (CHF)
dimanifestasikan secara luas karenadarah tidak dapat mencapai jaringan dan
organ (perfusi rendah) untuk menyampaikan ogsigen yang dibutuhkan. Beberapa
efek yang biasanya timbul akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi,
kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas, ekstermitas dingin dan
haluran urin bekurang (oliguri). Tekan perfusi ginjal menurun, mengakibatkan
pelepasan renin dari ginjal, yang pada giliranya akan meyebabkan sekresi
aldosteron, retensi natriumdan cairan, serta peningkatan volume intravaskule.
(Brunner & Suddarth, 2001)
7.
Komplikasi Congestive
Heart Fallure (CHF)
Penderita gagal
jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia serta cemas,
pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias
hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output
yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal
jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul pada infark
miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau
adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum
ventrikel pasca infark.
8.
Pemeriksaan diagnostik Congestive Heart Fallure (CHF)
a.
Pemeriksaan
Penunjang
1)
Elekto Kardio Grafi (EKG)
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui hipertrofi atrial atau
ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola.
2)
Echo Cardio Grafi (ECG)
Pemeriksaan ini ditujukan umengetahui adanya sinus takikardi, iskemi,
infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit katub
jantung.
3)
Rontgen
Dada
Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulnonal.
4)
Scan
Jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5)
Kateterisasi
jantung
Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung
sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi
arteri koroner.
6)
Elektrolit
mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic.
7)
Oksimetri
nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika Congestive
Heart Fallure (CHF) memperburuk penyakit paru obstruktif menahun (PPOM).
8)
Analisa
Gas Darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia
dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9)
Enzim
jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal
infark miokard (Kreatinin fosfokinase
(CPK), isoenzim (CPK) dan Dehidrogenase Laktat (LDH) dan isoenzim.
9.
Penatalaksanaan Congestive
Heart Fallure (CHF)
Penatalaksanaan
penderita dengan Congestive Heart Fallure (CHF) meliputi
penalaksanaan secara nonfarmakologis dan secara farmakologis, keduanya
dibutuhkan karena akan saling melengkapi untuk penatlaksaan paripurna penderita
gagal jantung. Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan
untuk memperbaiki gejala dan progosis, meskipun penatalaksanaan secara
individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin
cepat kita mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya.
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan Congestive Heart Fallure (CHF) adalah
sebagian :
a.
Terapi Non Farmakologi
1)
Dukung istirahat untuk mengurangi beban keja jantung
b.
Terapi Farmakologi
Glikosida jantung,
diuretik dan vasodilator merupakan dasar terapi farmakologis Congestive Heart Fallure (CHF). Berikut
cara kerja glikosida dan pengawasan perawat yang diperlukan saat pembeian obat
tersebut.
Digitalis. Meningkatkan
kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Ada beberapa
efek yang dihasilkannya : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan
volume darah, peningkatan diuresis yang mengeluarkan cairan dan mengurangi
edema. Efek dosisi digitalis yang diberikan pada keadaan jantung, keseimbangan
elektrolit dan cairan serta fungsi ginjal dan hepar. Digitalis dosis lengkap
diberikan untuk menginduksi efek terapi penuh obat ini. Bila tidak, digitalis
diberikan sebagian. Dosis pemeliharaan diberikan tiap hari.
Pada semua kasus, pasien
harus diawasi dengan ketat dan pemebrian dosis harian harus tepat, sesuai
dengan batas jumlah obat yang dapat dimetabolisme atau diekskresi, untuk mejaga
efek digitalis tanpa menyebabkan keracunan. Dosisi optimal adalah jumlah yang
dapt mengurangi tanda dan gejala Congestive
Heart Fallure (CH) pasien atau memperlambat respon vertikal secara terapis tanpa menyebabkan keracunan.
Pasien dipantau dengan
ketat terhadap hilangnya tanda dan gejala seperti : berkurangnya dispnu dan
ortopnu, berkurangnya krekel, dan hilangnya edema perifer.
Keracunan digitalis. Anoreksia, mual dan
muntah adalah efek awal keracuanan digitalis. Dapat berubah irama jantung,
bradikardi, kontraksi ventrikel prematur, bagian ventrikel (denyut normal dan
prematur saling bergantian), dan takikardi atrial paroksimal.
Frekuensi jantung apikal
dikaji sebelum pemberian digitalis. Bila terdapat frekuensi jantung yang
terlalu lambat atau gangguan irama jantung, pengobatan harus ditunda dan dokter
harus diberitahu. Dokter sering menghentikan preparat digitalis bila ferkuensi
60 atau kurang.
Bila diperlukan, kadar
digitalis serum diukur sebelum obt diberikan.
Gejala lain kercuanan digitalis meliputi
pandangan kabur, kuning atau hijau, kelelahan, pusing deperesi mental.
Terpi diuretik. Diuretik diberikan
untuk memacu ekresi natrum dan air dalam ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila
pasien bersedia merespon pembatasan aktivitas, digitalis dan diit renadah
natrium.
Bila diuretik diresepkan maka harus diberikan,
asupan dan hluaran harus dicatat sebagi dasar untuk mengevaluasi efektifitas
terapi.jadwal pemberian obat ditentukan oleh berat badan pasien sehari-hari,
termasuk fisik dan gejala.
Furosemid (Lasix)
terutama sangat penting untuk terpai Congestive
Heart Fallure ( CHF ), kaena ia dapat mendialtasi venual, sehingga
meningkatkan kapasitas vena, yang pada giliranya mengurangi preload (darah vena yang kembali
kejantung).
Terapi diuretik jangka
panjang dapt menyebabkan hiponatremia (kekurangan
natrium dalam darah) yang mengakibatkan lemah, letih, malese, kram otot, dan
denyut nadi yang kecil dan cepat.
Pememberian obat
diuretik dalam dosis besar dan berulang juga dapat mengakibatkan hipokalemia
(kehilangan kalium dalam darah), ditandai dengan denyut nadi lemah, suara
jantung menjauh, hipertensi, otot kendor, penurunan relaksasi tendondan
kelemahan umum. Hipokalemia menambah
masalh baru bagi pasien jantung, karena diantara komplikasi yang dapat muncul,
hiperglikemia adalah digitalis pada individu yang mendapat digitalis, keduanya
meningkatkan kemungkinan terjadinya disritmia yang berbahaya.(Brunner &
Suddarth 2001).
Pengkajian elektrolit
berkala akan meningkatkan anggota tim kesehatan terhadap adanyahipokalemi dan
hiponatrium
Untuk mengurangi resiko
hipokelemi dan komplikasi yang menyertainya, maka pasien yang mendapat
pengobatan diuretik harus diberi tambahan kalium (kalium klorida). Pisang, jus
jeruk, plum kering, kismis, aprikot, kurma, persik dan bayam adalah sumerkalium
dalam diet.
Masalah lain yang
berhubungan dengan pemebrian diuretik
adalah hiperuresimia (kadar asam urat yang berlebihan), kehilangan cairan akibat
urinasi yang berlebihan dan hiperglikemia.
Pada lansia pria
memerlukan perhatian perawat yang lebih karena insiden obstruksi uretra akibat
pembesaran prostat cukup tinggi pada kelompok ini. Tanda-tanda distensi kandung
kemih harus diperhatikan secara berkala dengan melakukan palpasi diatas kandung
kemih.
Terapi Vasodilator. Obat-obatan vaso aktif
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan Congestive Heart Fallure ( CHF ).
Obat-obatan vasodilator sudah lama digunakan
untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel.
Obat-obatan ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas
vena, sehingga tingkat pengisian vetrikel kiri dapat diturunkan dan dapat
dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
Natrium nitroprusida
dapat diberikan secara intravena melalui infus yang dipantau ketat. Dosisnya
harus dititrasi agar tekanan sistole arteri tetap dalam batas yang diinginkan
dan pasien dipantau dengan mengukur tekanan arteri pulmonalis dan curah jantung.
Vasodilator yang sering digunakan adalah nitrogliserin.
Diet Glikosida jantung,
diuretik dan vasodilator merupakan dasar terapi farmakologis Congestive Heart Fallure ( CHF ).
Berikut cara kerja glikosida dan pengawasan perawat yang diperlukan saat
pembeian obat tersebut. (Brunner & Suddarth 2001).
Digitalis. Meningkatkan
kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Ada beberapa
efek yang dihasilkannya : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan
volume darah, peningkatan diuresis yang mengeluarkan cairan dan mengurangi
edema. Efek dosisi digitalis yang diberikan pada keadaan jantung, keseimbangan
elektrolit dan cairan serta fungsi ginjal dan hepar.
Digitalis dosis lengkap
diberikan untuk menginduksi efek terapi penuh obat ini. Bila tidak, digitalis
diberikan sebagian. Dosis pemeliharaan diberikan tiap hari.
Pada semua kasus, pasien
harus diawasi dengan ketat dan pemebrian dosis harian harus tepat, sesuai
dengan batas jumlah obat yang dapat dimetabolisme atau diekskresi, untuk mejaga
efek digitalis tanpa menyebabkan keracunan. Dosisi optimal adalah jumlah yang
dapt mengurangi tanda dan gejala Congestive
Heart Fallure ( CHF ) pasien atau memperlambat respon vertikal secara
terapis tanpa menyebabkan keracunan.
Pasien dipantau dengan
ketat terhadap hilangnya tanda dan gejala seperti : berkurangnya dispnu dan
ortopnu, berkurangnya krekel, dan hilangnya edema perifer.
Keracunan digitalis. Anoreksia, mual dan
muntah adalah efek awal keracuanan digitalis. Dapat berubah irama jantung,
bradikardi, kontraksi ventrikel prematur, bagian ventrikel (denyut normal dan
prematur saling bergantian), dan takikardi atrial paroksimal.
Frekuensi jantung apikal
dikaji sebelum pemberian digitalis. Bila terdapat frekuensi jantung yang
terlalu lambat atau gangguan irama jantung, pengobatan harus ditunda dan dokter
harus diberitahu. Dokter sering menghentikan preparat digitalis bila ferkuensi
60 atau kurang. Bila diperlukan, kadar digitalis serum diukur sebelum obt
diberikan. Gejala lain kercuanan digitalis meliputi pandangan kabur, kuning
atau hijau, kelelahan, pusing deperesi mental.
Terpi diuretik. Diuretik diberikan
untuk memacu ekresi natrum dan air dalam ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila
pasien bersedia merespon pembatasan aktivitas, digitalis dan diit renadah
natrium.
Bila diuretik diresepkan
maka harus diberikan, asupan dan hluaran harus dicatat sebagi dasar untuk
mengevaluasi efektifitas terapi.jadwal pemberian obat ditentukan oleh berat
badan pasien sehari-hari, termasuk fisik dan gejala. (Brunner & Suddarth
2001).
Furosemid (Lasix) terutama sangat penting untuk
terpai Congestive Heart Fallure ( CHF
), kaena ia dapat mendialtasi venual, sehingga meningkatkan kapasitas vena,
yang pada giliranya mengurangi preload (darah
vena yang kembali kejantung).
c.
Diet Congestive
Heart Fallure ( CHF ).
Rasional dukungan diet
adalah mengatur diet sehingga kerja dan ketegangan otot jantung minimal, dan
satu nutrisi terpelihara, sesuai dengan selera dan pola makan pasien.
Pembatasan
natriu. Pembatasan natrum ditujukan untuk mencegah, mengatur atau mengurangi
edema, seperti pada hipertensi dan Congestive
Heart Fallure ( CHF ). Dalam menetukan aturan, sumber natrium harus
spesifik dan jumlahnya perlu di ukur dalam miligram. Hindari kata-kata “rendah
garam“ atau “bebasa garam“. Kesalahan adalah akibat salah penerjemahaan yang
tidak konsisten dari garam kenatrium. Harus diingat bahwa garam itu tidak dan
bukan 100% natrium. Terdapat 393 mg, atau sekitar 400 mg natrium dalam 1 gr
(1000 mg) garam, maka meskipun tidak ada penambahan dalam masakan dan meskipun
makan asin sudah dihindari tetapi diet harian kita masih tetap mengandung
kurang lebih 1000 sampai 2000 mg natrium. Makana yang banyak mengandung natrium
banyak terdapat didalam makanan kemasan terutama makanan kaleng., diet yang
memerlukan kadar rendah lemak, susu rendah lemak, roti rendah garam dan mentega
bebas garam.
Pasien yang dibatasi diet natriumnya juga harus diingatkan untuk tidak
minum obat-obatan tanpa resep seperi antasida, sirup obat batuk, pencahar
penenang atau pengganti garam, karena produk tersebut banyak mengandung
natrium. (Brunner & Suddarth, 2001)
B. Gambaran Umum Asuhan Keperawatan pada pasien
Ny ‘‘S“ Congestive Heart Fallure (
CHF )
Keperawtan adalah suatu bentuk pelayanan yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan didasari pada ilmu dan kiat kepwrawatan yang mencakup
bio-psiko-spiritual kepada individu, kelompok dan masyarakat. (Nursalam,ed.2., 2011).
Asuhan keperawatan adalah rangkaian kegiatan atau suatu sistem praktik
keperawatanyang diberikan secara langsung kepada individu, kelompok atau
masyarakat. (Nursalam,ed.2011).
Proses keperawatan adalah suatu metode yang terorganisir dan sistematis
dalam pemberian asuhan keperawatan kepada pasien yang berrespon terhadap
manusia sebagi keluara dan masyarakat. (Nursalam,ed.2., 2011).
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah tahap
awal dari peroses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang
sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi suatu
kesehatan pasien (Iyer et al., 1999 dalam Nursalam,ed.2, 2011).
a. Pengumpulan
data
Pengumpulan data
merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi (data-data) dari pasien yang
meliputi unsur bio-psiko-sosio spritual yang komprehensif untuk mendapatkan
data-data yang lengkap dan relevan, perawat membutuhkan dasar yang kuat dari
berbagai disiplin ilmu. (Nursalam, 2008).
1) Sumber
data primer
Adalah data yang didapat langsung
pada diri pasien tanpa prantara.
2) Sumber
data sekunder
Adalah data yang didapatkan dari
orang terdekat pasien seperti keluarga,
teman serta saksi.
3) Catatan
Pasien
Berbentuk tulisan ataupun status yang
ditulis oleh tim kesahatan lainya, yang memuat sumber-sumber informasi mengenai
pasien mencakup riwayat kesehatan dan keperawatan.
4) Riwayat
Penyakit
Pemeriksaan fisik (Physical eamination) dan catatan
perkembangan merupakan riwayat penyakit yang diperoleh dari terapis. Informasi
yang diperoleh adalah hal-hal yang difokuskan pada identifikasi patologi dan
untuk menentukan rencana tindakan medis.
5) Hasil
Pemeriksaan Diagnostik
Hasil-hasil pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik,
dapat digunakan perawat sebagai data objektif yang dapat disesuaikan dengan
masalah kesehatan pasien. Bagi perawat dapat membantu mengevaluasi keberhasilan
dari tindakan keperawatan.
6) Konsultasi
Terkadang terapis memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan
spesialis, khususnya dalam menentukan diagnosa.
7) Catatan
Medis dan Anggota Tim Kesehatan Lain
Anggota tim kesehatan lain, adalah
para personil yang berhubungan dengan pasien, dan memberikan tindakan,
mengevaluasi, dan mencatat hasil pada status pasien. Catatan kesehatan
terdahulu dapat dipergunakan sebagai sumber informasi yang dapat mendukung
rencana tindakan perawat.
8) Perawat
Lain
Jika pasien adalah rujukan dari pelayanan lain, maka perawat harus
meminta informasi kepada perawat yang telah merawat pasien sebelumnya. Hal ini
dimaksudkan untuk kesinambungan
dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
9) Kepustakaan
Untuk memperoleh data dasar pasien yang
komprehensif, perawat dapat membaca literatur yang berhubungan dengan masalah
klien. Memperoleh literatur sangat membantu perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan yang benar dan tepat.
Ada empat metode yang digunakan dalam
pengumpulan data pada tahap perngkajian yaitu : Wawancara, Observasi,
Pemeriksaan fisik dan Studi Dokumentasi.
a. Jenis
data
1) Data
obyektif
Data objektif adalah data yang dapat
diobservasi dan diukur oleh perawat. informasi tersebut biasanya diperoleh
melalui kepekaan perawat (senses)
selama melakukan pemeriksaan fisik melalui 2S ( sight, smell) dan HT (hearing
dan touch atau taste). Contoh data obyektif : frekuensi pernafasan, tekanan
darah, edema, dan berat badan. Fokus
pengumpulan data meliputi :
a)
Status kesehatan sebelumnya dan sekarang.
b)
Pola koping sebelumnya dan sekarang.
c)
Fungsi status sebelumnya dan sekarang.
d) Respon
terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan.
e)
Resiko untuk masalah potensial.
f)
Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien.
(Nursalam, 2011)
2) Data
Subyektif
Data
subyektif adalah data yang didapat dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap
suatu situasi dan kejadian. Informasi
tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui
interaksi atau komunikasi. Misalnya penjelasan pasien tentang nyeri, lemah, frustasi,
mual, atau malu. Informasi keluarga, konsultan, dan tenaga kesehatan lainnya
juga dapat sebagai data subyektif jika
didasarkan pada pendapat pasien (Iyer et
al., 1996, hal. 23 dalam Nursalam, 2011).
Data dasar pengkajian menurut Doengoes (2002), pengkajian pada
klien dengan Congestive Heart Fallure ( CHF ) yaitu :
a. Aktivitas
Gejala : Kelelahan/kelelahan terus menerus
sepanjang hari
Insomnia
Nyeri dada dengan aktivitas
Dipsnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga
Tanda : Gelisah, perubahan
status mental, mis., letargi
Tanda vital
berubah pada aktivitas.
b. Sirkulaasi
Gejala : Riwayat hipertensi. IM
baru/akut, episode GJK, penyakit katup jantung, bedah jantung, endokarditis,
anemia, syok septik.
Tanda : TD : mungkin rendah
(gagal pemompaan), normal (GJK ringan atau kronis) , atau tinggi (kelebihan
beban cairan)
Tekanan nadi : mungkin sempit, menunjukkan penurunan
volume sekuncup
Frekuensi jantung : takikardi (gagal jantung kiri)
Irama jantung : disritmia
Nadi : nadi perifer berkurang, perubahan dalam
kekuatan denyutan dapat terjadi.
Warna : kebiruan, pucat
Punggung kuku : pucat atau sianosis dengan pengisian
kapiler lambat
Hepar : pembesaran dapat teraba, refleks
hepatojugolaris
Bunyi nafas : krekels,
ronki
Edema : mungkin
dependen, umum atau piting, khususnya pada ekstrimitas.
c.
Integritas ego
Gejala :
Ansietas, kuatir, takut
Stres yang berhubungan dengan
penyakit/kepribasian finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
d.
Eliminasi
Gejala :
Penurunan berkemih. Urine berwarna gelap
Berkemih malam hari
(nokturia)
Diare/konstipsi
e.
Makanan/cairan
Gejala
: Kehilangan nafsu makan,
Mual/muntah
Penambahan berat
badan
Pembengkakan pada
ekstrimitas bawah
Pakaian/sepatu
terasa sesak
Penggunaan
diuretik
Tanda :
Penambahan berat badan cepat
Distensi abdomen (asites), edema (umum, dependen, tekanan, piting)
f.
Higiene
Gejala :
Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri
Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan
personal
g.
Neurosensori
Gejala : kelemahan, pening, episode pingsan
Tanda : Letargi, kusut pikir, disorientasi
Perubahan perilaku, mudah tersinggung
h.
Nyeri/kenyamanan
Tanda : Nyeri dada, angina akut atau kronis
Nyeri abdomen kanan atas
Sakit pada otot
Gejala : Tidak tenang, gelisah
Fokus menyempit
Perilaku melindungi diri
i.
Pernafasan
Gejala : Dipsnea, saat aktivitas, tidur sambil
duduk, atau dengan beberapa bantal
Batuk dengan/tanpa
pembentukan sputum
Riwayat penyakit
kronis
Penggunaan bantuan pernafasan
Tanda : Pernafasan, takipnea, nafas dangkal, pernafasan labored/
penggunaan otot aksesori pernafasan
j.
Keamanan
Tanda : Perubahan dalam fungsi mental
Kehilangan kekuatan tonus otot
Kuit lecet
k.
Interaksi sosial
Gejala : Penurunan
keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang bisa dilakukan
l.
Pembelajaran/pengajaran
Tanda : Menggunakan/luupa menggunakan obat-obat
Gejala : bukti tentang ketidakberhasilan untuk
meningkatkan
2.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan
adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau
resiko perubahan pola) dan idividu atau kelompok dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah (Carpenito, 2000, dalam
Nursalam,ed.2, 2011).
Merumuskan diagnosa Keperawatan
menurut (Nursalam, 2008) dapat dibedakan menjadi 5
yaitu :
a. Aktual
Menjelaskan masalah yang sedang
terjadi saat ini dan harus sesuai dengan data-data klinik yang diperoleh.
b. Resiko
Menjelaskan masalah kesehatan yang
akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan.
c. Potensial
Data tambahan diperlukan untuk
memastikan masalah keperawatan yang potensial. Pada keadaan ini data penunjang
dan masalah belum ditemukan tetapi sudah ada
faktor yang dapat menimbulkan masalah.
d. Sejahtera
Diagnosis keperawatan sejahtera
(wellness) merupakan keputusan klinik tentang status kesehatan pasien, keluarga, dan atau masyarakat dalam
transisi dari tingkat sejahtera tertentu ke tingkat sejahtera yang lebih tinggi
e. Sindrom
Diagnosis keperawatan sindrom adalah
diagnosis yang terdiri atas beberapa diagnosis keperawatan aktual dan resiko
tinggi yang diperkirakan akan muncul karena suatu kejadian atau situasi
tertentu. Komponen diagnosa keperawatan :
1)
Problem (masalah)
Masalah adalah menjelaskan status
kesehatan atau masalah kesehatan klien secara jelas dan sesingkat mungkin.
2)
Etiologi (penyebab)
Penyebab atau etiologi adalah faktor
klinik dan personal yang dapat mengubah status kesehatan atau mempengaruhi
perkembangan masalah.
3)
Sign/Symtom (tanda / gejala)
Adalah data-data subyektif dan
obyektif yang ditemukan sebagai komponen pendukung terhadap diagnosa
keperawatan actual dan resiko (Nursalam, 2008).
Diagnosa keperawatan mungkin muncul pada pasien Congestive Heart Fallure ( CHF ) menurut Doenges (2002), yaitu:
a.
Penurunan
curah jantung
b.
Intoleransi
aktivitas
c.
Kelebihan
volume cairan
d.
Kerusakan
pertukaran gas
e.
Ketidakefektifan
pola nafas
f.
Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi, program pengobatan
Diagnosa keperawatan di atas telah
disesuaikan dengan NANDA International Diagnosa Keperawatan Definisi dan
klasifikasi (2009/2011).
3.
Perencanaan
Perencanaan meliputi
pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau mengoreksi
masalah-masalah yang telah diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini
dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana
dokumentasi (Ilyer, Taptich, dan Bernocchi-Loesey, 1999), (Nursalam,ed.2,
2011). Langkah-langkah perencanaan menurut (Nursalam, 2011) :
a. Menentukan
prioritas.
Melalui pengkajian, perawat akan
mampu mengidentifikasi respon pasien
yang aktual atau potensial yang memerlukan suatu tindakan.
b. Menemukan
kriteria hasil
Pedoman penulisan kriteria hasil :
1)
Spesifik (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan
arti ganda).
2)
Measurable (tujuan keperawatan harus dapat diukur,
khususnya perilaku klien : dapat dilihat, didengar, dirasakan dan dibau).
3)
Achievable (tujuan harus dapat dicapai).
4)
Reasonable (tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah).
5)
Time (tujuan harus mempunyai batasan waktu yang jelas)
c. Menentukan
rencana tindakan.
Tujuan rencana tindakan keperawatan menurut
(Nursalam, 2008) dapat dibagi menjadi
2 yaitu :
1)
Tujuan administratif
a) Untuk mengidetifikasi fokus keperawatan kepada klien
atau kelompok
b) Untuk
membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi kesehatan lain
c) Untuk menyediakan suatu kriteria guna pengulangan
dan evaluasi keperawatan
d) Untuk menyediakan kriteria klasifikasi klien
2)
Tujuan klinik
a) Menyediakan
suatu pedoman dalam penulisan
b) Mengkomunikasikan dengan staf perawat
apa yang diajarkan, apa yang
diobservasi, apa yang dilaksanakan
c) Menyediakan
kriteria hasil (outcomes) sebagai pengulangan
dan evaluasi keperawatan
d) Rencana
tindakan yang spesifik secara langsung bagi individu,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya untuk melaksanakan tindakan.
Menentukan prioritas masalah (Nursalam, 2008) ada dua
contoh hirarki
yang bisa digunakan untuk menentukan prioritas perencanaan :
a.
Hirarki “MASLOW”
Maslow
(1943) diambil dari (Nursalam, 2008) menjelaskan
kebutuhan manusia dibagi menjadi lima
tahap:
1)
Fisiologis
2)
Rasa aman dan nyaman
3)
Sosial
4)
Harga diri
5)
Aktualisas
b.
Hirarki “KALISH”
Kalish (1983) diambil dari (Nursalam, 2008) lebih jauh menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk “bertahan dan stimulasi”. Kalish
mengidentifikasi kebutuhan untuk
mempertahankan hidup, udara, air, temperatur, eliminasi, istirahat, dan menghindari nyeri. Jika terjadi kekurangan kebutuhan tersebut, klien cenderung menggunakan semua prasarana untuk
memuaskan kebutuhan tertentu.
Perencanaan
meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi dan mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi
pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan
dan menyimpulkan rencana dokumentasi
(Nursalam, 2008).
Rencana tindakan keperawatan pada Congestive Heart Fallure ( CHF ). Rencana tindakan keperawatan pada CHF menurut teori
(Doenges, 2000) :
a.
Penurunan
curah jantung
1)
Auskultasi
nadi apikal, kaji frekuensi, irama jantung
2)
Catat
bunyi jantung
3)
Palpasi
nadi perifer
4)
Pantau
TD
5)
Kaji
kulit terhadap pucat dan sianosis
6)
Pantau
haluaran urine, catat penurunan haluaran dan kepekaan/konsentrasi urine
7)
Kaji
perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung, disorientasi, cemas dan
depresi
8)
Berikan
istirahat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi
9)
Berikan
istirahat psikologis dengan lingkungan tenang
10)
Tinggikan
kaki, hindari tekanan pada bawah lutut
11)
Berikan
oksigenasi tambahan
12)
Berikat
obat sesuai indikasi
b.
Intoleransi
aktivitas
1)
Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah
aktivitas
2)
Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas,
catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat pucat
3)
Kaji presipitator/penyebab kelemahan contoh
pengobatan, nyeri, obat
4)
Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
5)
Berikan bantuan dalam akttivitas perawatan diri
sesuai indikasi
c.
Kelebihan
volume cairan
1)
Pantau
haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi
2)
Pantau/hitung
keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jan
3)
Pertahankan
duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler
4)
Buat
jadwal pemasukan cairan, digabung dengan keinginan minum bila mungkin
5)
Kaji
distensi leher dan pembuluh perifer
6)
Uubah
posisi dengan sering
7)
Pantau
TD dan CVP
8)
Kaji
bising usus
9)
Berikan
makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering
10)
Polpasi
hepatomegali
11)
Catat
peningkatan letargi, hipotensi kram otot
12)
Pemberian
obat sesuai indikasi
d.
Gangguan
pertukaran gas
1)
Auskultasi
bunyi nafas, catat krekels, mengi
2)
Anjurkan
pasien batuk efektif, nafas dalan
3)
Dorong
perubahan posisi sering
4)
Posisikan
pasien semi fowler
5)
Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi
6)
Berikan obat sesuai
indikassi
e.
Kerusakan
integritas kulit
1)
Lihat
kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya
terganggu/piggmentasi, atau kegemukan/kurus
2)
Pijat
area kemerahan atau yang memutih
3)
Ubah
posisi sesering mugkin
4)
Hindari
obat intramuskuler
f.
Kurang
pengetahuan
1)
Diskusikan fungsi jantung normal
2)
Diskusikan
pentingnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan, dan istirahat
diantara aktivitas
3)
Diskusikan
pentingnya pembatasan natrium
4)
Diskusikan
obat, tujuan dan efek samping
5)
Anjurkan makan
diit pada pagi hari
6)
Jelaskan dan
diskusikan peran pasien dalam mengontrol faktor risiko (contoh merokok)
7)
Bahas ulang
tanda dan gejala yeng perlu memerlukan perhhatiian medik cepat, contoh
peningkatan berat badan
8)
Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka
panjang
9)
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi,
istirahat, latihan
10)
Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan
klien
11)
Berikan reinforcement atas usaha yang telah
dilakukan klien
4.
Pelaksanaan
Pelaksanaan atau
implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan
yang spesifik (Iyer et al., 1999 dalam Nursalam,ed.2, 2011).
a.
Independen
Tindakan keperawatan independen
adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan
perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya, lingkup tindakan independen
keperawatan adalah :
1)
Mengkaji terhadap klien atau keluarga melalui
riwayat keperawatan dan pemeriksaan
fisik untuk mengetahui status kesehatan klien.
2)
Merumuskan diagnosa keperawatan sesuai respon
klien yang memerlukan intervensi keperawatan.
3)
Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk
mempertahankan atau memulihkan kesehatan.
4)
Melaksanakan rencana pengukuran untuk
memotivasi, menunjukkan, mendukung, dan mengajarkan kepada klien atau keluarga.
5)
Mengevaluasi respon klien terhadap tindakan
keperawatan dan medis.
b.
Interdependen
Adalah
suatu tindakan keperawatan menjelaskna suatu kegiatan yang memerlukan suatu
kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi,
fisioterapi dan dokter.
c.
Dependen
Adalah
tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis. Tindakan
ini menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan. (Nursalam, 2011)
5.
Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan
intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan
dari diagnosa keperawatan, rencana intervensi dan implementasinya. Tahap
evaluasi memungkinkan perawatan untuk memonitor “kealpaan“ yang terjadi selama
tahap pengjkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi intervensi (Ignatavicius
dan Bayen, 1994 dalam Nursalam, ed.2, 2011). Langkah-langkah evaluasi :
a.
Mengumpulkan data baru tentang pasien
b.
Menafsirkan data baru
c.
Membandingkan data baru dengan standar yang berlaku.
Hasil evaluasi meliputi :
a.
Tujuan tercapai
jika
pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
b.
Tujuan tercapai sebagian
Jika
pasien menunjukkan perubahan sebagai dari standar yang telah ditetapkan.
c.
Tujuan tidak tercapai
Jika pasien tidak menunjukkan perubahan
dan kemajuan sama sekali dan bahkan menimbulkan masalah baru. (Nursalam, 2011).
6.
Dokumentasi
Diagnosa keperawatan
adalah salah satu tahap proses keperawatan yaitu mengidentifikasi masalah
kesehatan pasien yang dapat diatasi (ditangani, dikurangi, atau diubah) melaui
intervensi dan manajemen keparawatan. (Nursalam, ed.2, 2011).
Dokumentasi
keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang diberikan, yang
dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk
kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan
kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis
dengan tanggung jawab perawat. Hidayat (2001).
Kegunaan
dokumentasi adalah :
a.
Sebagai alat komunikasi antar anggota
keperawatan dan antar anggota tim kesehatan lainnya.
b.
Sebagai dokumentasi resmi dalam sistem pelayanan
kesehatan.
c.
Dapat digunakan sebagai bahan penelitian dalam
bidang keperawatan.
d.
Sebagai alat yang dapat digunakan dalam bidang
pendidikan keperawatan.
e.
Sebagai alat pertanggung jawaban asuhan
keperawatan yang diberikan terhadap pasien.
Keterampilan
standar dokumentasi merupakan ketrampilan untuk dapat memenuhi dan melaksanakan
standar dokumentasi yang telah ditetapkan dengan tepat. Keterampilan tersebut
antara lain keterampilan dalam memenuhi standar dokumentasi pengkajian,
diagnosa, rencana pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan. Hidayat (2001)
a.
Dokumentasi Pengkajian
Dokumentasi pengkajian merupakan
catatan tentang hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi
dari klien, membuat data dasar tentang klien, dan membuat catatan tentang
respon kesehatan klien. Hidayat (2001)
Jenis dokumentasi pengkajian :
1)
Pengkajian awal (Initial
Assesment)
Pengkajian awal dilakukan ketika
masukl ke rumah sakit.
2)
Pengkajian kontinue (Ongoing
Assesment)
Pengkajian kontinue merupakan
pengembangan data dasar. Informasi yang diperoleh dari pasien selama pengkajian
awal dan informasi tambahan ( berupa tes diagnostic dan sumber lain )
diperlukan untuk menegakan diagnosa.
3)
Pengkajian ulang
Data pengkajian ulang merupakan
pengkajian yang didapat dari informasi selama evaluasi.
b.
Dokumentasi Diagnosa Keperawatan
Dalam melakukan pencatatan diagnosa
keperawatan digunakan Pedoman yaitu :
1)
Gunakan format PES untuk semua masalah aktual dan PE
untuk masalah resiko.
2)
Catat diagnosa keperawatan resiko dan resiko tinggi ke
dalam masalah atau format diagnosa keperawatan.
3)
Gunakan istilah diagnosa keperawatan yang dibuat dari
sumber-sumber diagnosa keperawatan.
4)
Gunakan diagnosa keperawatan sebagai pedoman untuk
pengkajian, perencanaan, intervensi, dan evaluasi.
c.
Dokumentasi Rencana Keperawatan
Dokumentasi rencana keperawatan
merupakan catatan keperawatan tentang penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilakukan. Hidayat (2001). Secara umum pedoman untuk rencana
keperawatan yang efektif adalah sebagai berikut :
1)
Sebelum menulis, cek sumber informasi data.
2)
Buat rencana keperawatan yang mudah dimengerti.
3)
Tulisan harus jelas, spesifik, dapat diukur, dan
kriteria hasil sesuai dengan identifikasi masalah.
4)
Memulai instruksikan perawatan harus menggunakan kata
kerja seperti catat, informasikan dan lain-lain.
5)
Gunakan pena tinta dalam menulis untuk mencegah
penghapusan tulisan atau tidak jelasnya tulisan.
d.
Dokumentasi Implementasi
Dokumentasi implementasi merupakan
catatan tentang tindakan yang diberikan oleh perawat. Dokumentasi intervensi
mencatat pelaksanaan rencana perawatan, pemenuhan kriteria hasil dari tindakan
keperawatan mandiri dan tindakan kolaboratif. Hidayat (2001)
Beberapa pedoman yang dipakai dalam pencatatan
intervensi keperawatan adalah :
1)
Gunakan diskriptif tindakan untuk menentukan apa yang
telah dikerjakan.
2)
Berikan keamanan, kenyamanan, dan perhatian faktor
lingkungan pasien dalam memberikan intervensi keperawatan.
3)
Catat waktu dan orang yang bertanggung jawab dalam
memberikan intervensi.
4)
Catat prosedur yang tepat.
e.
Dokumentasi Evaluasi
1)
Dokumentasi evaluasi merupakan catatan tentang indikasi
kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai
keefektifan perawat dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari hasil
tindakan keperawatan. Hidayat (2001). Dokumentasi evaluasi berisikan
perkembangan dari tiap-tiap masalah yang telah dilakukan tindakan, dan disusun
oleh semua anggota yang terlibat dengan menambahkan catatan perkembangan pada
lembar yang sama. Acuan dalam penulisan menggunakan SOAP (Subyektif data, Obyektif
data, Analisa, Planing, Intervensi, Evaluasi. (Nursalam 2011).
SOAP adalah:
S :
Data Subyektif
Perkembangan keadaan didasarkan pada
apa yang dirasakan, dikeluhkan dan
dikemukakan klien.
O : Data Obyektif
Perkembangan
yang bisa diamati dan diukuri oleh perawat atau tim kesehatan.
A : Analisis
Kedua jenis data
tersebut, baik subyektif maupun obyektif dinilai dan dianalisis, apakah
berkembang kearah perbaikan atau kemunduran. Hasil analisis dapat menguraikan
sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi atau perkembangan masalah baru
yang menimbulkan diagnosa keperawatan.
P : Perencanaan
Rencana penanganan
klien dalam hal ini didasarkan pada hasil analisis di atas yang berisi
melanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi dan
membuat rencana baru bila rencana awal tidak efektif.
f.
PIE
Model dokumentasi PIE mengelompokkan
informasi kedalam tiga kategori. PIE adalah akronim untuk masalah. Intervensi,
dan evaluasi asuhan keperawatan. Sistem ini terdiri atas bagan alir pengkajian
perawatan dan catatan perkembangan pasien.
1)
Pencatatan focus
Pencatatan fokus ditujukan untuk
menjadikan pasien dan masalah
serta kekuatan pasien sebagai
fokus asuhan.
2)
Pencatatan berdasarkan penyimpangan
Adalah sistem dokumentasi yang memuat
hanya hasil temuan abnormal atau signifikan atau yang menyimpang dari normal.
3)
Dokumentasi terkomputerisasi
Sistem catatan klinis
terkomputerisasi dikembangkan sebagai cara untuk mengatasi banyaknya informasi
yang diperlukan dalam perawatan kesehatan masa kini.
4)
Manajemen kasus
Model manajemen kasus menekankan
kualitas asuhan yang efektif biaya dan diberikan selama masa rawat yang telah
ditetapkan. Model ini menggunakan pendekatan multidisiplin untuk merencanakan
dan mendokumentasikan perawatan pasien, menggunakan alur kritis.
Komentar
Posting Komentar
askep45.com