Langsung ke konten utama

BAB II KTI Irfan


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Gambaran umum tentang dispepsia
1.      Pengertian dispepsia
Dispepsia adalah suatu keadaan nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar di perut. Dispepsia adalah istilah non spesifik yang dipakai pasien untuk menjelaskan keluhan perut bagian atas. Gejala tersebut bisa berupa nyeri atau tidak nyaman, kembung, banyak flatus, rasa penuh, bersendawa, cepat kenyang dan borborygmi ( suara keroncongan dari perut ). Gejala ini bisa akut, intermiten atau kronis. Istilah gastritis yang biasanya dipakai untuk menggambarkan gejala tersebut di atas sebaiknya dihindari karena kurang tepat.
Dispepsia Non Ulkus (DNU) atau Dispepsia Idiopatik adalah dispepsia kronis atau berulang berlangsung lebih dari 1 bulan dan sedikitnya selama 25% dalam kurun waktu tersebut gejala dispepsia muncul, tidak ditemukan penyakit organik yang bisa menerangkan gejala tersebut secara klinis, biokimia, endoskopi (tidak ada ulkus, tidak ada oesophagitis dan tidak ada keganasan) atau radiografi. Dispepsia tanpa kelainan endoskopi yang bukan diklasifikasikan sebagai DNU dapat pula ditemukan pada Sindrom Kolon Iritatif, refluks gastroesofageal, penyakit saluran empedu, penggunaan obat, intoleransi makanan dan penyakit sistemik lainnya. Penggunaan obat seperti OAINS dan kortikosteroid dapat pula menyebabkan kelainan struktural mulai dari gastritis(erosif dan hemorhagik) sampai dengan ulkus gaster / duodenum.

Dalam suatu penelitian mengenai dispepsia kronis yang belum diketahui penyebabnya dengan bantuan endoskopi, ternyata sebagian besar adalah dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488). Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:
1.      Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
2.      Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Sejak dulu DNU sering dihubungkan dengan psikosomatis terutama apabila gejala tersebut berhubungan dengan kecemasan, kelelahan, depresi atau stres emosional sehingga disebut dengan Dispepsia Fungsional. Pengetahuan baru mengenai peranan Helicobacter Pylori (HP) dalam patogenesis penyakit ulkus peptikum telah mendorong evaluasi kembali pendekatan klinik yang optimal terhadap DNU.
2.      Anatomi dan Fisiologi
a.      Anatomi Lambung
Lambung terletak dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam lambung. Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :
1)      Lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.
2)      Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
a)      Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esophagus.
b)      Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.
c)      Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan dari orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor (lengkung kelenjar).
3)      Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe.
4)       Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan atau rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan Kelenjar gastrik memiliki tipe-tipe utama sel. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida.
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka.
http://3.bp.blogspot.com/_3bMW-eUC3ZM/SnqC3eQFjLI/AAAAAAAAAEY/eQkM8IcIcyQ/s200/images1.thumbnail.jpghttp://www.ahliwasir.com/image-upload/Dispepsia2.jpg
3.      Fisiologi Lambung
a.      Fisiologi Lambung :
1)      Mencerna makanan secara mekanikal.
2)      Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL (hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung masuk kedalam aliran darah.
3)      Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah menjadi polipeptida.
4)      Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol, glukosa, dan beberapa obat.
5)      Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh HCL.
4.      Etiologi Dispepsia Tipe Ulkus
a.       Menelan udara (aerofagi)
b.      Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
c.       Iritasi lambung (gastritis)
d.      Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
e.       Kanker lambung
f.       Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
g.      Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
h.      Kelainan gerakan usus
i.        Kecemasan atau depresi
j.        Perubahan pola makan
k.      Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama
l.        Alkohol dan nikotin rokok
m.    Stres
n.      Tumor atau kanker saluran pencernaan

5.      Tanda dan Gejala Dispepsia Tipe Ulkus
a.       Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin (abdominal discomfort) disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi).
b.      Rasa perih di ulu hati
c.       Mual, kadang-kadang sampai muntah
d.      Nafsu makan berkurang
e.       Perut kembung
f.       Rasa lekas kenyang
g.      Rasa panas di dada dan perut
h.      Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
i.        Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya.
j.        Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare danflatulensi (perut kembung). 
6.      Penatalaksanaan
a.       Penatalaksanaan non farmakologis
1)      Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung.
2)      Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang beda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok dan stres.
3)      Atur pola makan
b.      Penatalaksanaan farmakologis
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah).
7.      Tindakan Pencegahan
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.
http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-klien-dg-dispepsia.html, diakses pada tanggal selasa tanggal 15 mei 2012, jam 10:00 WIB.
B.     Konsep keperawatan
1.      Pengkajian
a.       dentitas, (lihat factor-faktor predisposisi)
b.      Keluhan utama ada pada perut dan lain-lain keluahan serta sejak kapan , riwayat penyakit ( perjalanan penyakit, pengobatan yang telah diberikan), faktro etiologi/resiko.
c.       Konsep diri mengalmi perubahan pada sebagian besar klien dengan dispepsia.
d.      Pemeriksaan klinis. Meliputi pemeriksaan pemeriksaan fisik, keluhan, tingkat kekambuhan.
e.       Pemeriksaan fisik meliputi : Inspeksi pemeriksaan keadaan perut, kembung. Palpasi pasien berbaring dan diusahakan dalam keadaan terlentang untuk memaksimalakan pemeriksaan keadaan perut.
f.       Pemeriksaan penunjang
1)      Pemeriksaan penunjang klinis
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
a)      Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
b)      Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
c)      Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)
Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.
d)     USG (ultrasonografi)
Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan.
e)      Waktu Pengosongan Lambung
2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah. Dalam merumuskan diagnosa keeperawatan ada tiga komponen yang tercantum yaitu Problem (P), Etiologi (E), dan Simptom (S) (Nursalam, 2001).
Menurut NANDA diagnosa keperwatan dibagi menjadi tiga yaitu aktual, resiko, dan potensial.
1.      Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
2.      Polah napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tekanan inspiratif atau ekspiratif ditandai dengan llien mengatakan sesak nafas, dan pasien tamapk terpasang oksigen 3 liter per menit, aliran oksigen lancar.
3.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan ( muntah ) ditandai dengan klien mengatakan mual muntah, pasien mengatakan muntah 3 kali, sebanyak kurang lebih 300cc dalam 3 kali muntah, pasien tampak muntah, muntahan cairan bercampur ampas ( seperti yang dimakanya, darah (-) ).
4.      Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pemasangan infasif ( infus, kateter dan oksigen ) ditandai dengan  klien tampak terpasang infus kateter dan oksigen 3 liter per menit. Terapi injeksi Ceftriaxone 1 gram/IV
3.      Perencanaan
Perencanaan meliputi strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang di identifikasi pada diagnosa keperawatan.Secara tradisional, rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulis tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi (Nursalam, 2001).
Tujuan perencanaan keperawatan dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a.       Tujuan Administratif
1)      Untuk mengidentifikasi fokus keperawatan kepada klien atau kelompok.
2)      Untuk membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi kesehatan lainnya.
3)      Untuk menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan.
4)      Untuk menyediakan suatu kriteria klasifikasi klien.
b.      Tujuan Klinik
1)   Menyediakan suatu pedoman dalam penulisan.
2)   Mengkomunikasikan dengan staf perawat, apa yang diajarkan, apa yang diobservasi, dan apa yang dilaksanakan.
3)   Menyediakan kriteria hasil (out comes) sebagai pengulangan dan evaluasi keperawatan.
4)   Rencana tindakan yang spesifik secara langsung bagi individu, keluarga dan tenaga kerja lainnya untuk melaksanakan tindakan.
Rencana asuhan keperawatan pada pasien fraktur metatarsal menurut kutipan dari Dongoes 2000 adalah :
1.      Polah napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tekanan inspiratif atau ekspiratif ditandai dengan pasien mengatakan sesak nafas, dan pasien tamapk terpasang oksigen 3 liter per menit, aliran oksigen lancar.
Tujuan :
-          Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)
-          Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
-          Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

Rencana tindakan :
a)      Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b)      Berikan oksigen kanul nasal.
c)      Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
d)     Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
e)      Monitor respirasi dan status O2
f)       Monitor vital sign
g)      Monitor aliran oksigen



2.      Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping therapi kanker ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
Tujuan:
-          Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
-          Melaporkan nyeri yang dialaminya
-          Mengikuti program pengobatan
-          Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang    mungkin
Rencana tindakan:
a)      Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
b)      Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan keluarga tentang cara menghadapinya
c)      Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan musik atau nonton TV
d)     Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan), gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
e)      Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.


3.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan ( muntah ) ditandai dengan klien mengatakan mual muntah, pasien mengatakan muntah 3 kali, sebanyak kurang lebih 300cc dalam 3 kali muntah, pasien tampak muntah, muntahan cairan bercampur ampas ( seperti yang dimakanya, darah (-) ).
Tujuan :
-          Melaporkan bebas dari mual dan muntah
-          Mengidentifikasi hal-hal yang mengurangi mual muntah
-          Tidak terjadi tanda-tanda kekurangan volume cairan
Rencana tindakan :
a)      Anjurkan untuk makan minum secara plan-pelan
b)      Jelaskan untuk mengunakan teknik nafas dalam untuk menekan reflek muntah
c)      Berikanterapi IV ( pasng infus )
d)     Kolaborasi pemberian obat : injeksi ondan setron 8 mg/IV
4.      Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pemasangan infasif ( infus, kateter dan oksigen ) ditandai dengan  klien tampak terpasang infus kateter dan oksigen 3 liter per menit. Terapi injeksi Ceftriaxone 1 gram/IV
Tujuan :
-          Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
-          Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
-          Jumlah leukosit dalam batas normal
-          Menunjukkan perilaku hidup sehat
-          Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

Rencana tindakan :
a)      Pertahankan teknik aseptif
b)      Batasi pengunjung bila perlu
c)      Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
d)     Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
e)      Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
f)       Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
g)      Berikan terapi antibiotik : injeksi Ceftriaxone 1 gram/IV
h)      Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
i)        Dorong masukan cairan
j)        Dorong istirahat
k)      Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
l)        Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam.
4.      Pelaksanaan
a.          Ada 3 tahap dalam tindakan keperawatan :
1)      Persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan menurut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang di perlukan dalam tindakan.
2)      Intervensi
Fokus tahap pelaksaan tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.
3)      Dokumentasi
Pelaksanan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan. ( Nursalam, 2001 )

5.      Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan, ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan antara lain :
a.       Proses (Formatif)
Fokus tipe evaluasi ini adalah aktivitas proes keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilakukan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
b.      Hasil (Sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan klien.Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna.
                  Proses evaluasi terdiri dari dua tahap :
1)      Mengukur pencapaian tujuan klien
2)      Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (Nursalam, 2001).
6.      Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi adalah bagian integral proses, bukan sesuatu yang berbeda dari metode problem solving. Dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, tindakan (Nursalam.2001).
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang diberikan yang dimiliki perawat  dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam menberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lingkup secara tertulis dengan tanggung jawab perawat. (Nurrsalam.2001)
 Teknik dokumentasi keperawatsn menurut Hidayat (2001) merupakan cara menggunakan dokumentasi keperawatan dalam penerapan proses keperawatan. Ada tiga tehnik dokumentasi yang sering digunakan :
b.         Source Oriented Record
Merupakan tehnik dokumentasi yang dibuat oleh setiap anggota tim kesehatan. Dalam melaksanakan tindakan, tidak tergantung pada tim lain.
c.          Cardek
Tehnik dokumentasi ini menggunakan serangkaian kartu dan membuat data penting pasien dengan menggunakan  ringkasan problem dan terapi pasien.
d.         Problem Oriented Record
Merupakan tehnik yang efektif yang mendokumentasi sistem pelayanan keperawatan yang berorientasi pada masalah pasien. Tehnik ini mempunyai 4 komponen sebagai berikut :
1)     Data dasar
       Merupakan kumpulan informasi tentang pasien enak diterima di unit pelayanan kesehatan.
2)     Daftar masalah
      Merupakan hasil penafsiran dari data dasar atau hasil analisis dari perubahan data.
3)     Rencana awal
      Merupakan rencana yang dapat dikembangkan secara spesifik untuk setiap masalah yang meliputi tiga komponen yaitu diagnostika, manajemen kasus dan pendidikan kesehatan.
4)     Catatan Perkembangan
Catatan perkembangan keadaan pasien yang didasarkan pada setiap masalah yang ditemui pasien.Pada tehnik ini catatan perkembangan dapat menggunakan bentuk SOAPIE.( Nursalam, 2001 ).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) OCCLUSIVE DRESSING

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) OCCLUSIVE DRESSING Pengertian :      Teknik perawatan lukadengan cara menutup lukan dan memberi cairan, nutrisi dan antiseptik dengan drip selama 24 jam terus menerus Tujuan : 1.       Untuk mencegah infeksi 2.       Mempertahankan kelembaban 3.       Merangsan pertumbuhan jaringan baru 4.       Mengurangi nyeri 5.       Mengurangi terjadinya jaringan parut Indikasi : 1.       Ulkus varikosus 2.       Ulkus strasis 3.       Ulkus kronis Perosedur pelaksanaan A.     Tahap pra interkasi 1.       Persiapan alat a.        Kain kasa steril b.       Verban gulung c.        Larutan untuk drip yang terdiri dari : Nacl 0,9%, 325 cc, glukosa 40%, 125 cc dan betadin10%, 50cc d.       Trofodermin cream e.        Antibiotika tropical f.        Ganti verban set g.       Infus set h.       Pengalas i.         Sarung tangan j.         Gunting k.       Bengkok l.         Hipavix atau plester m.     Pelastik penutup ( tipis, putih dan transparan ) n.       Standar

STANADAR OPRASIONAL PROSEDUR ( SOP ) Menyusui

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) Menyusui A.    Pengertian Teknik Menyusui Yang Benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar (Perinasia, 1994). B.    Tujuan C.    Persiapan ASI Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan. Persiapan memperlancar pengeluaran ASI dilaksanakan dengan jalan : 1. Membersihkan puting susu dengan air atau minyak, sehingga epitel yang lepas tidak menumpuk. 2. Puting susu ditarik-tarik setiap mandi, sehingga menonjol untuk memudahkan isapan bayi. 3. Bila puting susu belum menonjol dapat memakai pompa susu atau dengan jalan operasi. D.    Prosedur Kerja 1.     Cuci tangan bersih dengan sabun. 2.     Atur posisi bayi. a.     Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh bayi. b.     Lengan ibu pada belakang bahu bayi, tidak pada dasar kepala, leher tidak menengadah. c.     Hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu, sedangkan

A STORY FROM INDONESIAN NURSE IN SAUDI ARABIA

We are just a group of nurses who are unable to face competition in their own country!   W e decided to reached Saudi Arabia with big dreams . I came here together with friends who unable to survive in the past. I have a story about sadness, care with communities that I lived and some friends survived with salary that I can not explain more. Sad.     Sadness is not the end of our story. We support each other that life must go on. I believe what Allah SWT says in the Qur’an, there is simplicity after trouble. We are a group of nurses, who always write our experiences and trips on social media and share to others. It called a story and our achievements not only be used as motivation but also spirit in the future.   Our fate was not as beautiful, what we have writ ing about our skills are not as good as what we have done. T he house flat where we live is not as beautiful as the house bird's , our dining flat there are no family photos, no relatives after work enjoyi