Langsung ke konten utama

FRAKTUR FEMUR (PATAH TULANG PAHA)

FRAKTUR FEMUR
(PATAH TULANG PAHA)
A. Pengertian.
Suatu keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada tulang (Sylvia Anderson Price 1985).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan (Purnawan junadi 1982).
B. Penyebab Fraktur
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
C. Insidensi
Fraktur femur mempunyai angka kejadian/ insiden yang cukup tinggi di banding dengan patah tulang jenis yang berbeda. Umumnya fraktur terjadi pada 1/3 tengah.
D. Deskripsi fraktur
1. Berdasarkan keadaan luka
a. Fraktur tertutup (“Closed Fraktur”) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (“Open/ Compound Fraktur”) bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
2. Berdasarkan garis patah
a. Fraktur komplet, bila garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi yang lain, jadi mengenai seluruh dari korteks tulang.
b. Fraktur inkomplet, bila tidak mengenai korteks tulang pada sisi yang lain, jadi masih ada korteks tulang yang masih utuh. Hal ini seringkali terjadi pada anak-anak yang lazim di sebut dengan “Greenstick Farcture”.
3. Berdasarkan jumlah garis patah
a. Simple fraktur bila hanya terdapat satu garis patah.
b. Comunitive fraktur bila ada garis patah lebih dari satu dan saling berbungan/ bertemu.
c. Segmental fraktur bila garis patah lebih dari satu dan tidak saling berhubungan dengan pengertian bahwa fraktur terjadi pada tulang yang sama, misalnya fraktur yang terjadi pada 1/3 proksimal dan 1/3 distal.
4. Berdasarkan arah garis patah
a. Fraktur melintang.
b. Farktur miring.
c. Fraktur spiral.
d. Fraktur kompresi.
e. Fraktur V/ Y/ T sering pada permukaan sendi.
Beberapa hal lain yang perlu di perhatikan dalam patah tulang:
a. Mengenai sisi kanan (dextra) atau sisi kiri (sinistra) anggota gerak.
b. Lokalisasinya semua tulang di bagi menjadi 1/3 proksimal, 1/3 tengah dan 1/3 distal, kecuali kalvikula dibagi menjadi ¼ medial, ½ tengah, ¼ lateral.
c. Dislokasi fragmen tulang:
- Undisplaced.
- Fragmen distal bersudut terhadap proksimal.
- Fragmen distal memutar.
- Kedua fragmen saling mendekat dn sejajar.
- Kedua fragmen saling menjauhi dan sumbu sejajar.
E. Tanda dan gejalanya
1. Sakit (nyeri).
2. Inspeksi
a. Bengkak.
b. Deformitas.
3. Palpasi
a. Nyeri.
b. Nyeri sumbu.
c. Krepitasi.
4. Gerakan
a. Aktif (tidak bisa  fungsio laesa).
b. Pasif  gerakan abnormal.

F. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif dan operatif. Kriteria untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan secara konservatif atau operatif selamanya tidak absolut.
Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:
Cara konservatif:
1. Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang panjang.
2. Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3. Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4. Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
Cara operatif di lakukan apabila:
1. Bila reposisi mengalami kegagalan.
2. Pada orang tua dan lemah (imobilisasi  akibat yang lebih buruk).
3. Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
4. Fraktur patologik.
5. Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
- Pemasangan Gips.
- Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban maksimal untuk skin traksi adalah 5 Kg.
Pengobatan operatif:
- Reposisi.
- Fiksasi.
Atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (“Open Reduction Internal Fixation”)
G. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan fraktur
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
Keterbatasan, kehilangan fungsi pada bagian yang mengalami fraktur.
b. Sirkulasi
Peningkatan tekanan darah atau denyut nadi (akibat dari nyeri, response dari stress).
Penurunan tekanan darah akibat dari kehilangan darah.
Penurunan jumlah nadi pada bagian yang sakit, pemanjangan dari capilarry refill time, pucat pada bagian yang sakit.
Terdapat masaa hematoma pada sisi sebelah yang sakit.
c. Neurosensori
Kehilangan sensai pada bagian yang sakit, spasme otot, paraesthaesi pada bagian yang sakit.
Lokal deformitas, terjadinya sudut pada tempat yang abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, kelemahan pada bagian tertentu.
d. Kenyamanan
Nyeri yang sangat dan yang terjadi secara tiba-tiba. Hilangnya sensai nyeri akibat dari kerusakan sistem syaraf.
e. Keamanan
Laserasi kulit , perdarahan, perubahan warna.
f. Studi diagnostik
X ray : Menunjukkan secra pasti letak dan posisi dari terjadinya fraktur.
Bone scan, tomography, CT/ MRI scan : Menegakan diagnosa fraktur dan mengidentifikasi lokasi jaringan lunak yang mengalami kerusakan.
Ateriogram: Mungkin Jika diduga ada kerusakan pembuluh darah pada daerah yang mengalami trauma.
CBC: Mungkin mengalami peningkatan dari Hct, Peningkatan WBC merupakan hal yang normal setelah mengami trauma.
Creatinine: Trauma pada otot meningkatkan pembuangan creatininke ginjal.
2. Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan diskotinuitas jaringan tulang, jaringan lunak di sekitar tulang
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri, pengendalian terhadap spasme dan cara berelaksasi.
Rencana:
1. Pertahankan posisi atau imobilisasi pada bagian yang terkait.
2. Bantu dan tinggikan akstrimitas yang mengalami injuri.
3. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
4. Lakukan diskusi dengan pasien mengenai nyeri dan alternatif solusinya.
5. Jelaskan pada pasien setiap akan melakukan suatu tindakan.
6. Kaji kemampuan klien dalam ROM ekstrimitasnya.
7. Jelaskan pada pasien beberapa tahenik yang dapat dilakukan guna mengurangi nyeri (relaksasi, distraksi dan fiksasi).
8. Kolaborasi dalam pemberian analgetik, antispamodik.
9. Observasi TTV dan keluhan nya
b. Perubahan pola eliminasi uri berhubungan dengan adanya batu di saluran kemih, iritasi jaringan oleh batu, mekanik obstruksi, inflamasi.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan perawatan klien mampu melakukan eliminasi miksi secara normal, dan bebas dari tanda-tanda obstruksi.
Rencana:
1. Monitor intake dan output dan kaji karakteristik urine.
2. Kaji pola miksi normal pasien.
3. Anjurkan pada pasien untuk meningkatkan konsumsi minum.
4. Tampung semua urine dan perlu di lihat apakah ada batu yang perlu untuk di lakukan pemeriksan.
5. Kaji adanya keluhan kandung kemih yang penuh, penurunan jumlah urine dan adanya periorbital/ edema dependent sebagai tanda dari terjadinya obstruksi.
6. Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit, Bun, serum creat, urine kultur, dan pemberian antibiotik.
7. Observasi keadaan umum pasien, status mental, perilaku dan kesadaran.

c. Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan (defisit) berhubungan dengan post obstruktif deurisis, nausea vomiting.
Tujuan: Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan (defisit) selama di lakukan tindakan keperawatan.

Rencana:
1. Monitor intake dan output cairan.
2. Kaji dan catat bila terjadi nausea vomiting.
3. Anjurkan pasien untuk minum banyak (3-4 l/hari) jika tidak ada kontra indikasi.
4. Monitor tanda vital (peningkatan nadi, turgor kulit, mukosa membran, capilary refill time).
5. Kaji berat badan setiap hari jika memungkinkan.
6. Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena sesuai indikasi, antiemetik.
7. Observasi KU pasien dan keluhan.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Sylvia Price, 1985, Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit, Jakarta: EGC.

Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.

Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) OCCLUSIVE DRESSING

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) OCCLUSIVE DRESSING Pengertian :      Teknik perawatan lukadengan cara menutup lukan dan memberi cairan, nutrisi dan antiseptik dengan drip selama 24 jam terus menerus Tujuan : 1.       Untuk mencegah infeksi 2.       Mempertahankan kelembaban 3.       Merangsan pertumbuhan jaringan baru 4.       Mengurangi nyeri 5.       Mengurangi terjadinya jaringan parut Indikasi : 1.       Ulkus varikosus 2.       Ulkus strasis 3.       Ulkus kronis Perosedur pelaksanaan A.     Tahap pra interkasi 1.       Persiapan alat a.        Kain kasa steril b.       Verban gulung c.        Larutan untuk drip yang terdiri dari : Nacl 0,9%, 325 cc, glukosa 40%, 125 cc dan betadin10%, 50cc d.       Trofodermin cream e.        Antibiotika tropical f.        Ganti verban set g.       Infus set h.       Pengalas i.         Sarung tangan j.         Gunting k.       Bengkok l.         Hipavix atau plester m.     Pelastik penutup ( tipis, putih dan transparan ) n.       Standar

STANADAR OPRASIONAL PROSEDUR ( SOP ) Menyusui

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) Menyusui A.    Pengertian Teknik Menyusui Yang Benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar (Perinasia, 1994). B.    Tujuan C.    Persiapan ASI Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan. Persiapan memperlancar pengeluaran ASI dilaksanakan dengan jalan : 1. Membersihkan puting susu dengan air atau minyak, sehingga epitel yang lepas tidak menumpuk. 2. Puting susu ditarik-tarik setiap mandi, sehingga menonjol untuk memudahkan isapan bayi. 3. Bila puting susu belum menonjol dapat memakai pompa susu atau dengan jalan operasi. D.    Prosedur Kerja 1.     Cuci tangan bersih dengan sabun. 2.     Atur posisi bayi. a.     Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh bayi. b.     Lengan ibu pada belakang bahu bayi, tidak pada dasar kepala, leher tidak menengadah. c.     Hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu, sedangkan

A STORY FROM INDONESIAN NURSE IN SAUDI ARABIA

We are just a group of nurses who are unable to face competition in their own country!   W e decided to reached Saudi Arabia with big dreams . I came here together with friends who unable to survive in the past. I have a story about sadness, care with communities that I lived and some friends survived with salary that I can not explain more. Sad.     Sadness is not the end of our story. We support each other that life must go on. I believe what Allah SWT says in the Qur’an, there is simplicity after trouble. We are a group of nurses, who always write our experiences and trips on social media and share to others. It called a story and our achievements not only be used as motivation but also spirit in the future.   Our fate was not as beautiful, what we have writ ing about our skills are not as good as what we have done. T he house flat where we live is not as beautiful as the house bird's , our dining flat there are no family photos, no relatives after work enjoyi