Langsung ke konten utama

Cidera Kepala

CIDERA KEPALA
Oleh: Teguh Santosa
PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.

PATOFISIOLOGI
Cidera kepala TIK - oedem
- hematom
Respon biologi Hypoxemia

Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan cel otak 


Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak   tahanan vaskuler  katekolamin
Sistemik & TD   sekresi asam lambung

O2   ggan metabolisme  tek. Pemb.darah Mual, muntah
Pulmonal

Asam laktat   tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Oedem otak kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan oedema paru  cardiac out put 
Cerebral
Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas  hipoksemia, hiperkapnea
Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
- Kejang-kejang
- Gangguan saluran nafas
- Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
• edema fokal atau difusi
• hematoma epidural
• hematoma subdural
• hematoma intraserebral
• over hidrasi
- Sepsis/septik syok
- Anemia
- Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.

Perdarahan yang sering ditemukan:
• Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Tanda dan gejala:
penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.

• Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema pupil.
• Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
• Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.

Penatalaksanaan:
Konservatif
• Bedrest total
• Pemberian obat-obatan
• Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

Pengkajian
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
• Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
• Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
• Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
• Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
• Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
• Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

Pemeriksaan Diagnostik:
• CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
• Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
• X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
• Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
• Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.

Prioritas perawatan:
1. memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2. mencegah komplikasi
3. pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4. mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
5. pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1) Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2) Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3) Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4) Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5) Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
6) Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8) Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
9) Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
• Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
• Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Intervensi Rasional
Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.

Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.

Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.




Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.








Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.





Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.

Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.


Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.



Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.


Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.

Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan intensif.

Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).

Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.

Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.

Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.

Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.

Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.

Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.

Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,. Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.

2) Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:
• mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
• bebas sianosis, GDA dalam batas normal
Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.


Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi.

Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.

Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.

Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.



Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.

Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri

Lakukan ronsen thoraks ulang.


Berikan oksigen.



Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.

Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan napas buatan atau intubasi.

Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.

Mencegah/menurunkan atelektasis.


Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.

Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.

Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.

Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.

Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.

Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
3) Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi Rasional
Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.

Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.

Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).

Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.

Berikan antibiotik sesuai indikasi


Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.

Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.

Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.

Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia, atelektasis.

Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.


Daftar pustaka

Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI – Traumatologi , Surabaya.

Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta.



ASUHAN KEPERAWATAN NY.M DENGAN CEDERA OTAK BERAT
DI RUANG OBSERVASI INTENSIVE (ROI)
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

1. PENGKAJIAN:
1.1 Identitas
Nama : Ny. M.
Umur : 40 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia.
Agama : Islam
Alamat : Kramat Jegu RT 3 / RW 1 Taman Sidoarjo
Pekerjaan : tidak bekerja
Pendidikan : SLTA
Tgl.MRS : 2 Desember 2001 jam: 02.30
Tgl. Pengkajian : 3 Desember 2001 jam: 11.00
Diagnosa Medik : Cedera Otak Berat, SAH, OF Linear Occipital Sin.,
V. Appertum Frontalis, CF Antebrachii.

1.2 Alasan MRS : kecelakaan lalu lintas, naik sepeda motor dibonceng suami
ditabrak mobil, sejak kejadian sampai saat ini klien tidak
sadar, kejang (-), muntah (-).

1.3 Observasi dan pemeriksaan fisik:
1) Pernapasan
Klien menggunakan respirator, Mode: CR Insp MV: 500 Exp MV: - FIO2: : 50% A:aDO2:
Bentuk dada simetris, tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing -/-, Ronchi +/+, RR 17 x/menit. Pada hidung terpasang NGT.
2) Kardiovaskuler/sirkulasi:
S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 75 x/menit, tekanan darah: 150/100, suhu: 36,5 C
3) Persarafan/neurosensori
Klien tampak gelisah, GCS: 1 – x – 4 , pupil isokor, reaksi cahaya +/+
4) Perkemihan – Eliminasi uri
Terpasang Dower kateter produksi urine 1100 ml/12 jam warna kuning jernih
5) Pencernaan – Eliminasi alvi
Nutrisi Enteral B1 per sonde 6 x 100 cc, infus PZ Dext 1500cc/24 jam. Tidak ada jejas pada daerah abdomen, bising usus (+), b.a.b (-). Cairan maag slang warna kecoklatan 75 cc.
6) Tulang – otot – integumen:
Kemampuan pergerakan lengan kiri terbatas karena terpasang gip, pergerakan tangan kanan dan ekstrimitas bawah baik, tidak ada plegi/parese. Pada tungkai kaki kanan ada luka tertutup pembalut, tidak tampak adanya perdarahan. Pada kepala ada luka operasi tertutup hipafix, tidak tampak adanya perdarahan, menggunakan drai cairan warna merah  100 cc. Kulit wajah tampak lecet-lecet, kelopak mata odem dan hematoma. Turgor baik, warna kulit pucat.

1.8 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 3 Desember 2001:
Hb: 7,4 gr/dl. Leko: 13,6. Trombo: 195.
PCV: 0,22. GDA: 178. Kalium: 4,1
Natrium: 132 Klorida: 109 BUN: 8 S.Creat: 0,90
Blood Gas:
PH: 7,398 PCO2: 30,9 PO2: 190,4
HCO3: 18,6 BE: -6,7 O2 Sat: 99,3 CTCO2: 19,6

CT Scan tanggal 2 Desember 2001:
SAH di Fisurra interhemisphere posterior, Fr. Linear Occipital kiri, curiga Fr. Basis Cranii, edema cerebri.

1.9 Terapi:
Broadcet 1x2gr IV Toradol 3x 30 mg IV
Cedantron 3x 4mg IV Phenitoin 3x 1 amp IV Manitol 6 x 100cc/drip
Fisioterapi napas + Suction tiap 3 jam.


2. ANALISA DATA
Data Kemungkinan penyebab Masalah
DS: -
DO:
Klien tampak gelisah, Kesadaran me , GCS: 1 x 4,
CT Scan : SAH di Fisurra interhemisphere posterior, Fr. Linear Occipital kiri, curiga Fr. Basis Cranii, edema cerebri.
Trauma kepala

Hematom Subarachnoid

Odema otak

 TIK

Aliran darah ke otak 

O2  Gangguan perfusi jaringan cerebral

DS: -
DO:
Menggunakan respirator, Mode: CR Insp MV: 500 Exp MV: - FIO2: : 50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
RR 17 x/menit
TIK 

 rangsangan simpatis

 tahanan vaskuler sistemik

terjadi pe  tek. pada sist. pemb. darah pulmonal.

Pe  tek.hidrostatik  kebocoran cairan kapiler

Pe  hambatan difusi O2 - CO2

Hipoksemia Gangguan pola napas

DS: -
DO:
GCS: 1x4, terpasang sonde diiet enteral 6x100 cc, infus PZ Detx 1500 cc/24 jam.
NGT dibuka, cairan maagslang warna coklat 75 cc. Trauma kepala

Stress

Pe  katekolamin

Pe  sekresi asam lambung

Mual, muntah

Asupan tidak adekuat Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
DS: -
DO:
Kemampuan pergerakan lengan kiri terbatas karena terpasang gip. Pada tungkai kaki kanan ada luka tertutup pembalut, tidak tampak adanya perdarahan. Pada kepala ada luka operasi tertutup hipafix, tidak tampak adanya perdarahan, terpasang drain cairan warna merah  100 cc. Turgor baik, warna kulit pucat. Klien terpasang respirator, dower katheter, NGT.
Hasil lab: Hb: 7,4 gr/dl. Leko: 13,6.
Trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
Resiko tinggi terhadap infeksi
DS: -
DO:
Kesadaran me , GCS: 1 x 4
Kemampuan pergerakan lengan kiri terbatas karena terpasang gip. Terpasang respirator, dower katheter, NGT.
Trauma kepala

Hematom Subarachnoid

 TIK

Aliran darah ke otak 

O2 

Penurunan kesadaran Sindroma defisit perawatan diri
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hemoragi/ hematoma; edema cerebral
2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat
5. Sindroma defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
DP 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema cerebral.
Tujuan:
• Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
• Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
• Tingkat kesadaran membaik

Intervensi Rasional
Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.

Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.




Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.








Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.





Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.

Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.

Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad.



Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.



Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.


Berikan obat:
• Toradol 3 x 30 mg iv
• Phenitoin 3 x 1 amp iv
• Cedantron 3 x 4 mg iv
• Manitol 6 x 100 cc/drip Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan okulomotor (III).

Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.

Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.

Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.

Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.

Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.

Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.

Manitol digunakan untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK. Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.

DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).
Tujuan:
• Mempertahankan pola pernapasan efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi:
• Tidak ada sianosis, Blood Gas dalam batas normal
Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan setiap 1 jam. Catat ketidakteraturan pernapasan.

Pantau / cek pemasangan tube, selang ventilator sesering mungkin.

Siapkan ambu bag tetap berada didekat pasien

Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.

Lakukan fisioterapi dada .





Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.

Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri

Lakukan ronsen thoraks ulang.
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.

Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.

Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

Penghisapan pada trakhea dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.

Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.

Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.

Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.

Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau bronkopneumoni.
DP 3:
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi:
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi Rasional
Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik.

Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.

Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis.


Berikan antibiotik sesuai program dokter.


Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.

Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.

Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.

Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi.

TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal Diagnosa Tindakan Keperawatan
3/ 12/01
1











2




3
- Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-tanda vital setiap 1 jam, GCS: 1 x 4, pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD 145/90, nadi 76 , RR: 17x/menit, suhu: 37C.
- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan membran mukosa agak kering.
- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30 derajad.
- Memberian cairan infus PZ Dext 21 tetes/menit.
- Memberikan obat:
• Toradol 3 x 30 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
• Phenitoin 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
• Cedantron 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
• Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 – 21.00 – 01.00 – 05.00)

- Mengecek pemasangan tube dan selang ventilator.
- Melakukan fisioterapi napas dan melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih kental.
- .Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.

- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis, cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit kering tidak tampak tanda inflamasi.
- Melakukan perawatan luka secara aseptik.
4/12/01
1













2





3
- Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-tanda vital setiap 1 jam, GCS: 2 x 4, pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD 145/90, nadi 78 , RR: 20x/menit, suhu: 37C.
- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan membran mukosa agak kering.
- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30 derajad.
- Memberikan cairan infus Tutofusi OPS: 14 tetes/menit, cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit
- Memberikan obat:
• Cefriaxon 1 x 1 gr iv ( jam 09.00 )
• Tradyl 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
• Gastridin 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
• Penythoin 3 x 100 mg ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
• Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 – 21.00 – 01.00 – 05.00)

- ETT terekstubasi oleh klien, pemasangan ventilator diganti dengan pemberian O2 T Piece 6 L/menit.
- Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih kental. Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.

- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis, cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit kering tidak tampak tanda inflamasi.
- Melakukan perawatan luka secara aseptik.
- Melakukan pemeriksaan lab:
Hb: 10,4 Leko: 13,5 Trombo: 156 PCV: 0,31

5/12/01
1













2




3
- Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-tanda vital setiap 1 jam, GCS: 2 x 4, pupil: isokor reaksi cahaya +/+, TD 150/90, nadi 74 , RR: 20x/menit, suhu: 37,5C.
- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan membran mukosa agak kering.
- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30 derajad.
- Memberikan cairan infus Tutofusin OPS: 14 tetes/menit, cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit
- Memberikan obat:
• Cefriaxon 1 x 1 gr iv ( jam 09.00 )
• Tradyl 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
• Gastridin 3 x 4 mg iv ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
• Penythoin 3 x 100 mg ( jam 09.00 – 17.00 – 01.00)
• Manitol 6 x 100 cc/drip ( jam 09.00 – 13.00 - 17.00 – 21.00 – 01.00 – 05.00)

- Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00 – 11.00 – 14.00 – 17.00 – 20.00 – 23.00 –02.00 – 05.00) , mencatat karakter warna lendir putih kental. Mendengarkan suara napas: ronkhi -/-, wheezing -/-.
- Klien direncanakan untuk dipasang trakheostomi

- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter), drainase dari drain warna merah, infus plebitis diganti lokasi, cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih.
- Melakukan perawatan luka secara aseptik. Luka dikaki merembes cairan warna merah.


EVALUASI
TGL DIAGNOSA EVALUASI
4/12/2001 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema cerebral.

S: -
O:
• Klien masih tampak gelisah, GCS: 2 x 4 pupil isokor reaksi cahaya +/+
• TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan

4/12/2001 2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).

S: -
O:
• TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. ETT terekstubasi oleh klien, klien napas spontan, tidak tampak sianosis.
• Hasil Blood Gas Blood Gas:
PH: 7,415 PCO2: 28,6 PO2: 221,3
HCO3: 17,9 BE: - 6,7
O2 Sat: 99,5 CTCO2: 18,8
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana keperawatan dilanjutkan, Ventilator dihentikan pemberian oksigen diganti melalui T Piece.

4/12/2001 3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
S:
O:
• TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. suhu : 36,8 – 37,5 C.
• Hasil lab:
Hb: 10,4 Leko: 13,5 Trombo: 156 PCV: 0,31
• Cairan drain kepala warna merah, luka dikaki merembes cairan (serum) warna kemerahan.
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan

5/12/2001
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema cerebral.

S: -
O:
• GCS: 2 x 4 pupil isokor reaksi cahaya +/+
• TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit, suhu : 36,6 – 37,5 C.
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan

5/12/2001
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).

S: -
O:
• TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit. Napas spontan, tidak tampak sianosis.
Klien dipasang tracheostomi
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana keperawatan no 1, 3, 4, 5, 6, 7 dilanjutkan, pemberian oksigen diganti melalui masker 6 l/menit.

5/12/2001
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
S: -
O:
• TTV stabil TD berkisar antara 140/80 - 150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 – 22 x/menit.
• Klien dipasang tracheostomi
• Influs plebitis
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana keperawatan dilanjutkan


Catatan:
Tanggal 6/12/2001 klien dipindahkan ke ruang bedah F

Komentar

Postingan populer dari blog ini

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) OCCLUSIVE DRESSING

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) OCCLUSIVE DRESSING Pengertian :      Teknik perawatan lukadengan cara menutup lukan dan memberi cairan, nutrisi dan antiseptik dengan drip selama 24 jam terus menerus Tujuan : 1.       Untuk mencegah infeksi 2.       Mempertahankan kelembaban 3.       Merangsan pertumbuhan jaringan baru 4.       Mengurangi nyeri 5.       Mengurangi terjadinya jaringan parut Indikasi : 1.       Ulkus varikosus 2.       Ulkus strasis 3.       Ulkus kronis Perosedur pelaksanaan A.     Tahap pra interkasi 1.       Persiapan alat a.        Kain kasa steril b.       Verban gulung c.        Larutan untuk drip yang terdiri dari : Nacl 0,9%, 325 cc, glukosa 40%, 125 cc dan betadin10%, 50cc d.       Trofodermin cream e.        Antibiotika tropical f.        Ganti verban set g.       Infus set h.       Pengalas i.         Sarung tangan j.         Gunting k.       Bengkok l.         Hipavix atau plester m.     Pelastik penutup ( tipis, putih dan transparan ) n.       Standar

A STORY FROM INDONESIAN NURSE IN SAUDI ARABIA

We are just a group of nurses who are unable to face competition in their own country!   W e decided to reached Saudi Arabia with big dreams . I came here together with friends who unable to survive in the past. I have a story about sadness, care with communities that I lived and some friends survived with salary that I can not explain more. Sad.     Sadness is not the end of our story. We support each other that life must go on. I believe what Allah SWT says in the Qur’an, there is simplicity after trouble. We are a group of nurses, who always write our experiences and trips on social media and share to others. It called a story and our achievements not only be used as motivation but also spirit in the future.   Our fate was not as beautiful, what we have writ ing about our skills are not as good as what we have done. T he house flat where we live is not as beautiful as the house bird's , our dining flat there are no family photos, no relatives after work enjoyi

STANADAR OPRASIONAL PROSEDUR ( SOP ) Menyusui

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) Menyusui A.    Pengertian Teknik Menyusui Yang Benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar (Perinasia, 1994). B.    Tujuan C.    Persiapan ASI Persiapan memberikan ASI dilakukan bersamaan dengan kehamilan. Persiapan memperlancar pengeluaran ASI dilaksanakan dengan jalan : 1. Membersihkan puting susu dengan air atau minyak, sehingga epitel yang lepas tidak menumpuk. 2. Puting susu ditarik-tarik setiap mandi, sehingga menonjol untuk memudahkan isapan bayi. 3. Bila puting susu belum menonjol dapat memakai pompa susu atau dengan jalan operasi. D.    Prosedur Kerja 1.     Cuci tangan bersih dengan sabun. 2.     Atur posisi bayi. a.     Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sanggah seluruh tubuh bayi. b.     Lengan ibu pada belakang bahu bayi, tidak pada dasar kepala, leher tidak menengadah. c.     Hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu, sedangkan